A.
Pendahuluan
Makna sebagai
penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan kesepakatan para pemakainya
sehingga dapat saling dimengerti. Kajian makna
kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik adalah
cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata,
sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa
sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu
lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang
peranan tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian
pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang
semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses transposisi
makna kata dalam pemakaian bahasa.
Salah satu
kajian dalam makna adalah makna gaya bahasa/style (المعنى الإسلوبي), yaitu makna
yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dapat dilihat
dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya.
Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang
berbeda pula. Ilmu Balaghah juga dikenal dengan ilmu Asālib atau
stilistika yang meliputi 3 bidang yaitu: Ilmu al Ma’āni, Ilmu Bayān, dan
Ilmu Badi’.[1] Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu Badi’ adalah Muhassināt
Lafdziyah dan Muhassināt Ma’nawiyah. Dinamakan Muhassināt Lafdziyah apabila
keindahan itu muncul dari aspek lafadz, sedangkan Muhassināt Ma’nawiyah
karena keindahan itu muncul dari aspek maknanya.
Dalam makalah
ini yang menjadi pokok bahasan yang akan dikaji oleh penulis adalah kajian
makna dalam gaya bahasa jinās yang merupakan Muhassināt Lafdziyah
dalam kajian Ilmu al Badi’.
B.
Gaya Bahasa Jinās
Sebelum
dikemukakan pengertian jinās, terlebih dahulu kita mengetahui tentang
gaya bahasa yang dikenal juga sebagai Uslūb atau Style. Secara
bahasa uslūb berarti jalan, cara, dan madzhab. Menurut Ahmad al
Hasyimi uslūb adalah المعنى
الموضوع فى الالفاظ مؤلفة على صورة تكون أقرب لنيل الغرض المقصود من الكلام وأفعل
إلى نفوس سامعيه . [2]
Menurut H. Mardjoko Idris, MA. uslūb adalah cara atau gaya bahasa yang
dipakai oleh seseorang dalam menuangkan pokok-pokok pikiran dan perasaanya
melalui untaian kata, dan ditujukan kepada para pembaca dan pendengarnya.[3]
Ali al-Jarim dan Musthafa Usman menyebutkan bahwa uslūb adalah makna
yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih
cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para
pendengarnya.[4]
Dari berbagai definisi tersebut diatas bahwa uslūb adalah cara berbicara
yang digunakan oleh pembicara dalam menyusun pembicaraannya dan memilih
kosakatanya dengan suatu maksud
tertentu.
1.
Pengertian Jinās
Jinās diambil dari
kata jā-na-sa, yu-jā-ni-su, ji-nā-san, mu-ta-jā-ni-sa-tan. Secara
etomologi berarti menyerupai dan menyatu bersamanya dalam satu bentuk. [5] Kata jinās merupakan suatu kata yang sebagai deviasi dari kata
jins. Secara leksikal kata tersebut bermakna bagian dari sesuatu. Kata jins
lebih umum dari nau’. Dalam kaidah ilmu balaghah jinās bermakna
kemiripan pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya. Atau suatu kata dengan
kata lain, suatu kata yang digunakan pada tempat yang berbeda dan mempunyai
makna yang berbeda.[6] Menurut Ali Al-Jarimi dalam bukunya menyebutkan jinās
adalah ان
يتشابه اللفظان في النطق ويختلفا في المعنى
(kemiripan pengungkapan dua lafadz yang berbeda artinya).[7]
Gaya bahasa Jinās banyak ditemukan
dalam ayat-ayat al-Qur’an, Hadits atau di dalam kalam Arab, antara lain:
ويوم
تقوم الساعة يقسم المجرمون مالبثوا غيرساعة
“Dan pada
hari terjadinya hari qiyamat itu, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa
mereka tinggal di dunia ini hanyalah sesaat saja”[8]
Dalam ayat
tersebut terdapat terdapat dua kata yang sama yaitu الساعة, meski demikian dua kata yang sama
tersebut memiliki arti yang berbeda; pertama, yang dimaksud adalah hari
akhir (qiyamat), kedua, yang dimaksud adalah “jam zamaniyah” yang
berarti sesaat saja.
Contoh lain adalah seperti perkataan al-Busti
seperti yang dikutip H. Marjoko Idris, MA[9]
فهمت
كتابك يا سيدى # فهمت فلا عجب أن أهيم
“Aku telah memahami surat anda, wahai
tuanku, maka aku merasa senang. Dan tidaklah mengherankan kalau aku merasa
senang”
Dalam puisi
tersebut terdapat dua kata (فهمت) yang sama dalam pengucapan, syakal,
jumlah huruf, dan urutannya. Meskipun demikian, lafadz yang pertama memiliki
arti “aku memahami”, dan lafadz yang kedua
memiliki arti “aku marasa senang”. Perlu ditekankan lagi di sini, bahwa Jinās
adalah dua kata yang sama dalam pengucapan dan memiliki perbedaan arti. Jika
saja terdapat dua kata yang sama dan artinya juga sama, maka hal tersebut bukan
dinamakan dengan Jinās.
2.
Macam-Macam Jinās
Jinās terdiri dari
2 macam yaitu:
a.
Jinās Tām
Menurut Ahmad Hasyimi Jinās Tām
adalah ما اتفق
فيه اللفظان فى أربعة أشياء, نوع الحروف, وعددها, وهيئتها, وترتيبها مع اختلاف
المعنى. [10] Ali jarim memberikan definisi Jinās Tam adalah ما اتفق فيه اللفظان فى أمور أربعة هي نوع حروفها وشكلها
وعددها وترتيبها. Sebagai contoh jinās tam
ini adalah ratapan yang disampaikan oleh seorang penyair ketika meratapi
putranya bernama yahya:[11]
وَسَمَيْثُهُ يحْيَ لِيَحْيَا فَلَمْ يَكُنْ إِلَى رَدِّ أَمْرِ الله فِيْهِ سَبيْلُ
“Dan aku memberinya nama Yahya agar ia senantiasa
hidup terus (sampai tuanya), namun tidak ada jalan bagiku untuk menolak ketentuan
Allah tentang dirinya
(kematiannya)”
Pada contoh diatas terdapat kata “yahyā” yang diulang dua kali, sedangkan maknanya yang
pertama adalah sebuah nama seorang anak kecil yaitu Yahya, sedangkan kata “yahyā” yang kedua bermakna “hidup”. Kedua lafadz
tersebut mempunyai kesamaan dalam empat hal tersebut diatas. Oleh karenanya
dinamakan jinās tām
Ø
Isim dengan Isim
Seperti perkataan Al
Maarry:
لم نلق غيرك إنسانا يلاذ به # فلا
برحت لعين الدهر إنسانا
“Kami
tidak menjumpai seorang manusiapun selain engkau yang dapat dijadikan tempat
berlindung. Engkau selalu menjadi hiasan bagi mata zaman”[12]
Kedua
lafadz yang sama dalam pelafalan adalah kata insan. Lafad إنسانا yang pertama adalah isim, dan إنسانا yang kedua juga dari isim. Yang pertama
berarti manusia, dan yang kedua berarti hiasan.
Ø
Fi’il dengan Fi’il
Seperti dalam Hadits Nabi
SAW berikut ini:[13]
مَنْ تَابَ
قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْشِ، مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ (رواه
مسلم)
“Orang yang bertaubat sebelum matahari terbit
dari barat, pasti allah menerima taubatnya”
Kedua
lafadz yang sama dalam pelafalan adalah kata تَابَ. Lafadz تَابَ yang pertama adalah fi’il, dan تَاب yang kedua juga dari fi’il. Yang pertama
berarti bertaubat, dan yang kedua menerima taubat.
Ø Isim dengan Fi’il
Seperti dalam firman
Allah dalam Alquran sebagai berikut:[14]
وَالنَّجْمِ
إِذَا هَوَى . مَاضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى . وَماَ يَنْطِقُ عَنِ الهَوَى
“ Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (muhammad) tidak
sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu Al-Qur’an
menurut kemauan hawa nafsunya.
Kedua
lafad yang sama dalam pelafalan adalah kata هَوَى. Lafad هَوَى yang pertama adalah fi’il, dan الهَوَى yang kedua adalah isim. Yang pertama berarti
terbenam, dan yang kedua berarti hawa nafsu.
Ø Isim dengan Huruf
Seperti dalam firman
Allah sebagai berikut:[15]
وَالتَّبِعُوْا
مَا تَتْلُوْا الشَّيَاطِيْنُ عَلىَ مُلْكِ سُلَيْماَنَ وَمَا كَفَرَ
سُلَيْمَانُ.......الأيـة
“ Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syetan-syetan pada masa kerajaan sulaiman [dan mereka
mengatakan bahwa sulaiman itu mengerjakan sihir]..........”
Kedua
lafadz yang sama dalam pelafalan adalah kata مَا. Lafadz مَا yang pertama adalah isim, dan مَا yang kedua adalah huruf.
Ø Huruf dengan Huruf
ما منهم من قائم
“
Tidak ada seorang pun dari kaum itu yang berdiri”
Jinās Ghoiru Tām adalah ما اختلاف في واحد من الامور الاربعة المتقدمة.
Perbedaan itu mungkin terjadi pada macamnya huruf, syakal, jumlah atau mungkin
pada tartibnya. Contoh : Seperti firman Allah dalam Al Quran:
فأما
اليتيم فلا تقهر وأما السائل فلا تنهر
“Adapun
terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang, dan terhadap
orang yang meminta-minta maka janganlah kamu menghardiknya”[17]
Dua lafadz yang serupa dalam pelafalan adalah kata تقهر /taqhar dan تنهر /tanhar, kata kerja yang pertama
menggunakan huruf ق /qaf dan yang kedua menggunakan huruf ن /nun. Kata kerja taqhar berarti
berlaku sewenang-wenang, sedang kata kerja tanhar berarti menghardik.
Ø Berbeda pada hurufnya
Seperti firman Allah
dalam QS. Adh-Dhuha ayat 9-10 berikut ini:
فأما
اليتيم فلا تقهر وأما السائل فلا تنهر
“Adapun
terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang, dan terhadap
orang yang meminta-minta maka janganlah kamu menghardiknya”
Dua lafadz yang serupa dalam pelafalan adalah kata تقهر /taqhar dan تنهر /tanhar, kata kerja yang pertama
menggunakan huruf ق /qaf dan yang kedua menggunakan huruf ن /nun. Kata kerja taqhar berarti
berlaku sewenang-wenang, sedang kata kerja tanhar berarti menghardik.
Ø Berbeda pada syakalnya
Seperti puisi ibnu al
Farid berikut ini:[18]
هلا
نهاك نهاك عن لوم امرئ # لم يلف غير منعم بشقاء
“Hendaklah akalmu itu dapat mencegahmu dari mencela seseorang, ingatlah
tidak pernah dijumpai seorang manusiapun yang tidak pernah ditempa kemelaratan”
Sekilas apabila puisi di atas dilihat, maka ada dua kata yang mengandung
keserupaan yaitu نهاك, namun keduanya dibedakan oleh
syakalnya, kata yang pertama dibaca نهاك /nahāka dan yang
kedua نهاك /nuhāka. Kata kerja yang pertama menggunakan syakal
fathah (na) dan yang kedua menggunakan syakal wawu (nu). Kata nahāka bermakna
mencegahmu, sedangkan kata nuhāka berarti akalmu.
Ø Berbeda pada jumlah hurufnya
Seperti firman Allah dalam
Alquran, sebagai berikut:
والتفت
الساق بالساق إلى ربك يومئذ المساق
“Dan bertaut
betis kanan dengan betis kiri, kepada tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau”[19]
Dua kata yang serupa dalam
pelafalan adalah kata الساق /al-sāq dan المساق /al-masāq, keduanya
dibedakan oleh jumlah hurufnya. Kata pertama terdiri dari tiga huruf, sedangkan
kata yang kedua terdiri dari empat huruf, dengan perbedaan satu huruf (mim)
pada awak katanya. Kata الساق berarti betis,
sedangkan kata المساق berarti
dihalau.
Ø Berbeda pada susunannya
Seperti perkataan penyair
al-Ahnaf berikut ini:[20]
حسامك
فيه للأحباب فتح # ورمحك فيه للأعداء حتف
“Pada pedangmu
itu terletak kemenangan bagi saudara-saudaramu, dan pada tombakmu itu terletak
kematian bagi musuh-musuh”
Dua kata yang serupa dalam
pelafalan adalah kata فتح /fathun dan حتف/hatfun. Keduanya
dibedakan oleh susunan atau letak hurufnya. Kata yang pertama tersusun dari
huruf (fa-ta-ha) sedangkan yang kedua tersusun dari (ha-ta-fa). Kata fathun
berarti kemenangan, sedangkan kata hatfun berarti kematian.
3.
Pembagian Jinās
Berdasarkan pola
variasi Jinās yang terdapat dalam Jinās
Tām dan Jinās Ghairu Tām, maka Jinās dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, diantaranya:

1.
Jinās mumātsil (جناس
المماثل)
Adalah gaya
bahasa jinās yang kedua kata serupa tersebut terbentuk dari jenis yang
sama, seperti isim dengan isim atau fi’il dengan fi’il. Contoh
Ø
Isim dengan Isim
Seperti perkataan
al-Maarri:[21]
لم
نلق غيرك إنسانا
يلاذ به # فلا برحت لعين الدهر إنسانا
“Kami tidak menjumpai seorang manusiapun selain
engkau yang dapat dijadikan tempat berlindung. Engkau selalu menjadi hiasan
bagi mata zaman”
Kedua lafadz yang sama dalam pelafalan adalah kata
insan. Lafad إنسانا yang
pertama adalah isim, dan إنسانا yang
kedua juga dari isim. Yang pertama berarti manusia, dan yang kedua
berarti hiasan.
Ø
Fi’il dengan Fi’il
Seperti dalam Hadits Nabi SAW berikut ini:[22]
مَنْ تَابَ
قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْشِ، مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ (رواه
مسلم)
“Orang yang bertaubat sebelum
matahari terbit dari barat, pasti allah menerima taubatnya”
Kedua lafadz yang sama dalam pelafalan adalah kata تَابَ. Lafadz تَابَ yang pertama adalah fi’il, dan تَاب yang kedua juga dari fi’il. Yang pertama
berarti bertaubat, dan yang kedua menerima taubat.
2.
Al-jinās mustaufi (الجناس
المستوفي)
Mahmud
Allan memberikan definisi adalah apabila kedua lafad yang sejenis tersebut dari
macam yang berbeda, seperti yang satu dari isim dan yang lainnya dari fi’il,
atau yang satu dari isim dan yang lainnya dari huruf, atau yang satu
dari fi’il dan yang lainnya dari hurf.[23]
Seperti contoh berikut ini:
-
isim dengan fi’il
seorang
penyair ketika meratapi putranya bernama Yahya:
وسميته
يحي ليحيا فلم يكن # إلى رد أمر الله فيه سبيل
Dan aku memberinya nama Yahya agar ia senantiasa
hidup terus (sampai tuanya), namun tidak ada jalan bagiku untuk menolak ketentuan
Allah tentang dirinya
(kematiannya)
Lafad
يحي /yahyā adalah isim atau kata benda dan berarti
Yahyā (nama orang), sedangkan lafad kedua يحيا /yahyā adalah fi’il atau kata kerja yang berarti hidup.
3.
Jinās isytiqāq (جناس
اشتقاق)
Adalah apabila dua
lafad yang serupa tersebut dari asal kata yang sama. Menurut Majdi Wahbah) أن يجمع اللفظين المتجانسين إشتقاق واحد mengumpulkan dua lafadz yang serupa dalam pelafalan, dan keduanya berasal
dari asal yang satu(.[24]
Contoh
jenis jinās ini adalah lafad أقم /aqim dengan lafadالقيم /al-qayyim
dalam firman Allah Q.S Al-Rum; 43 yang berbunyi:
فأقم
وجهك للدين القيم من قبل أن يأتى يوم لا مردله من الله يومئذ يصدعون
“Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus [islam],
sebelum dating dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya,
pada hari itu mereka terpisah”
Lafad
أقم dan القيم keduanya berasal dari kata yang sama, yaitu قام.
sedangkan artinya berbeda; yang pertama berarti hadapkanlah, dan yang kedua
berarti lurus.
Yaitu
gaya bahasa jinās yang kedua lafadz yang serupa dari kata awal yang
menyerupai isytiqāq.
Contoh
dalam Q.S al-Syuara; 168:
قَالَ إنى
لعملكم من القالين
“Luth berkata: “sesungguhnya aku sangat
benci kepada perbuatanmu”
Lafadz
قال dan قالين adalah lafadz yang hampir serupa, namun keduanya terbentuk dari lafad yang
berbeda, seakan menyerupai isytiqāq. Lafad pertamaقال terbentuk
dari kata قول dan berarti (perkataan), sedangkan lafadقالين dari
kata قلو dan berarti (benci).
Adalah
jinās yang apabila dua lafadnya memiliki kesamaan dalam bentuk tulisan,
namun dibedakan oleh bentuk strukturnya. Pertama dari satu kata, dan yang
lainnya tersusun dari dua kata.
Contoh
puisi busti berikut ini:
إذا ملك لم يكن له ذا
هبة # فدعه فدولته ذاهبة
”Apabila seorang raja tidak memiliki jiwa
bermurah hati, tinggalkan dia, dan kekuasannya segera sirna”
Dua
lafadz yang serupa adalah lafadz ذاهبة , kata
yang pertama berarti dermawan, dan yang kedua berarti hancur. Kedua kata
tersebut bila dilihat dari asal kata, adalah sebagai berikut;ذاهبة (dermawan) berasal dari dua kata, yaituذا (mempunyai) danهبة (pemberian). Sedangkan yang kedua berasal dari satu kata, yaitu ذاهبة isim fa’il dari kataذهب (pergi). Dengan kata lain, yang pertama itu
susunannya idhafāh, dan yang kedua mufrad.
6.
Al-jinās al-murakkab (الجناس
المركب)
Yaitu
jinās yang salah satu dari dua lafadz yang serupa tersusun dari dua
lafadz (murakkab). kedua lafadnya memiliki kesamaan dalam empat hal
(huruf-syakal-jumlah-urutan), namun dibedakan oleh asal bentuk tulisan
yang ada. Mahmud Allan menamakan jinās murakab ini dengan jinās
tarkib.[27]
Contoh
puisi busti berikut ini:
إذا
ملك لم يكن له ذا هبة # فدعه فدولته ذاهبة
“Apabila
seorang raja tidak memiliki jiwa bermurah hati, tinggalkan dia, dan kekuasannya
segera sirna”
Perhatikan
kata yang pertama ذاهبة (terpisah antara kata yang satu dengan yang lainnya) dan ذاهبة (bersambung), karena memang satu kata. Kedua lafad tersebut kendati berbeda
dalam penulisannya, namun dari sisi bacaannya sama.
Yaitu gaya bahasa yang kedua
lafadnya hampir serupa dalam pelafalan, namun dibedakan oleh hanya satu huruf,
huruf yang berlainan tersebut berdekatan makhraj-nya. Contoh firman
Allah Q.S al-An’am; 26:
وهم
ينهون عنه وينأون
عنه
“Dan mereka melarang orang lain
mendengarkan al-Qur’an, dan mereka sendiri menjauhkan darinya”.
Lafad yang serupa dalam
pelafalan adalah ينهون dan ينأون keduanya dibedakan oleh huruf (ه) dengan (ء). Huruf yang berbeda tersebut
berdekatan makhraj. Lafad ينهون berarti mereka melarang, sedangkan lafadz ينأون berarti menjauhkan diri. Sekiranya perbedaan itu lebih dari satu huruf,
maka bukan termasuk dalam gaya bahasa jinās. Ahmad handawi mengatakan
jika perbedaan itu terjadi lebih dari satu huruf, maka kalimat tersebut bukan
dinamakan gaya bahasa jinās, ini mengingat telah jauhnya kesamaan antara
kedua lafadnya.
8.
Al-jinās al-lāhiq (الجناس
اللاحق)
Jinās lāhiq adalah dua lafadz yang perbedaannya terdapat
pada satu huruf, namun berjauhan (tidak dalam satu makhorijul huruf), baik pada
awal, pertengahan maupun akhir kalimat. Contoh surat Ad-Dhuha: 9-10
فَأَمَّاالْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْ#
وَأَمَّاالسَّآئِلَ فَلَا تَنْهَرْ
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang dan
terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.”
Adalah gaya
bahasa yang kedua lafadnya serupa dalam pengucapan dan dibedakan oleh jumlah
hurufnya. Dinamakan jinās nāqish ini lebih disebabkan karena lafad yang
satu kurang dari lafad yang lainnya. Perbedaan tersebut mungkin terjadi pada
permulaan kalimat, tengah, maupun di akhir kalimat. Ahmad Hasyimi memberikan
definisi sebagai berikut ما اختلف فيه اللفظان
في عدد الحروف واختلافهما يكون إما بزيادة حرف فى الأول نحو دوام الحال من المحال.
Ø Tambahan di awal kata,
Seperti dalam firman Allah Swt dalam
Q.S al-Qiyamah; 29:
والتفت
الساق بالساق إلى ربك يومئذ المساق
“Dan bertaut betis kiri dengan kanan,
kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau”
Kata yang
berdekatan dalam pelafalan adalah الساق dan المساق.
lafad الساق berarti betis,
sedangkan lafadz المساق
berarti dihalau.
Ø Tambahan di tengah kata
Seperti lafadz جدى/ jaddy dengan lafadz جهدى/ jahdy dalam ungkapan yang
berbunyi جدى . جهدى Lafadz جدى berarti حظى sedang جهدى berarti قدر ما بذلت من
الجهد
Ø Tambahan di akhir kata
Seperti lafadz عواص dengan lafadz عواصم , juga pada lafadz قواض dengan lafadz قواضب dalam syair
Abu Tamam berikut ini:[30]
يمدون من أيد عواص عواصم * يصول بأسياف قواض قواضب
“Mereka berdiri dengan
tongkat yang kuat, sedang anda melompat dengan pedang terhunus lagi tajam”
Kata yang berdekatan
dalam pelafalannya adalah عواص dan عواصم , juga pada kata قواض dan قواضب . Lafadz قواض berarti pedang sedang lafadz قواضب berarti tajam.
10.
Al-jinās
al-muharraf (الجناس المحرف)
Ahmad Hindawi
memberikan definisi jinās macam ini apabila terdapat dua lafad yang
sejenis mempunyai kesamaan dalam jumlah huruf, macamnya, serta urutan hurufnya
dan berbeda pada harakatnya: harakat maupun sukun-nya.[31] Mahmud ‘Allan
memberi nama jinās ini dengan menyebutnya sebagai jinās al-takhrif,
al-mukhtalif, al-mukharrif dan juga al-mughayyir. Seperti dalam puisi
shalahuddin al-shafadi berikut ini:[32]
الجد
بالجد والحرمان بالكسل # فانصب تصب عن قريب غاية الأمل
“Keberuntungan itu terletak pada kesungguhan, dan
kemelaratan itu terletak pada kemalasan. Berjibakulah, engkau akan mendapatkan
cita-citamu segera”
Kata yang berdekatan pengucapannya adalah الجد (al-jaddu) dan الجد (al-jiddi), yang pertama berarti keberuntungan, dan yang kedua
berarti kesungguhan. Kedua lafad tersebut dibedakan oleh harakat huruf (ج ) yang
pertama berharakat fathah, sedangkan yang kedua berharakat kasrah.
Adalah
kedua lafadz yang serupa dalam pengucapannya dibedakan oleh letak susunan huruf
yang ada. Nama lain dari jinās ini adalah jinās al-‘aksu.
Contoh
firman Allah dalam Q.S al-Mudatstsir; 3:
وربك
فكبر
“Dan Tuhanmu agungkanlah”
Dua
lafadz ربك /rabbuka dengan lafadz كبر /kabbir tersebut mempunyai kesamaan dalam macam hurufnya, namun
dibedakan oleh letak hurufnya. Lafad rabbuka tersusun dari ra-b-bu-ka,
sedangkan lafad kabbir tersusun dari ka-b-bi-r. lafad yang pertama
berarti (Tuhanmu), sedang lafadz yang kedua berarti (agungkanlah).
Adalah
jinās yang kedua lafadz yang serupa diidhafahkan pada kata yang
berlainan. Seperti dalam ungkapan berikut ini:
أيا شبان اليوم: أكرموا رجال اليوم
لأنهم ورثوا المجد والعز
“Wahai para pemuda hari ini: “muliakanlah
tokoh-tokoh hari ini, lantara mereka mewariskan kemuliaan dan keagungan”
Dua
kata yang diidhafahkan adalah kata اليوم , yang
satu berbunyiشبان اليوم dan berarti pemuda hari ini, lafad yang keduaرجال اليوم dan berarti tokoh-tokoh hari ini.
13.
Jinās
al-muzdawij (جناس
المزدوج)
Adalah
jinās kedua kata yang serupa dalam pelafalannya, datang secara
berurutan. Seperti dalam ungkapan من طلب وجد وجد (barang siapa mencari, dan bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan
apa yang diiginkan). Kata yang sama dalam pelafalan adalah kata وجد /wajadda dan وجد /wajada, yang pertama berarti (dan
bersungguh-sungguh), yang lainnya berarti (dapat). Kedua lafadz yang serupa
dalam pelafalan tersebut datang secara berurutan.
14.
Jinās
al-tashif (جناس
التصحيف)
Adalah
gaya bahasa jinās yang kedua lafadnya sama dalam hurufnya, namun
dibedakan oleh letak titiknya.[35]
Seperti
firman Allah dalam Q.S al-Kahfi; 104:
الذين
ضل سعيهم في الحياة الدنيا وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا
“Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”
Lafad
pertama يحسبون dibaca yahsabunna, sedangkan lafad yang keduaيحسنون dibaca yuhsinuna. Kedua lafad tersebut, mempunyai kesamaan dalam
macam hurufnya, dan hanya dibedakan oleh satu huruf, yaitu huruf (al-bau)
mempunyai titik di bawah, dan (al-nun) mempunyai titik di atas. Lafad يحسبون berarti mereka mengira, sedangkan lafadيحسنون mempunyai
arti berbuat dengan sebaik-baiknya.
Adalah gaya bahasa yang didalamnya
terdapat tiga lafad yang sama atau hampir sama dalam pelafalan, namun berbeda maknanya. Seperti dalam
puisi al-Tsa’alibi berikut ini:
وإذا
البلابل أفصحت بلغاتها # فانف البلابل باحتساء بلابل
Lafad البلابل yang pertama berbentuk jama’ (plural) dari kata بلبل yang berarti الطائر المعروف , lafad البلابل yang kedua bentuk jama’ (plural) dari kata بلبال yang berarti الهم , sedangkan lafad البلابل yang ketiga bentuk jama’ (plural) dari kata بلبل yang berarti قناة الإبريق الذي
يصب منها الخمر .
16.
Jinās tsunāiyah antara
kalimat-kalimat tsalātsa (جناسات
ثنائية بين كلمات ثلاث)
Yang
dimaksud dengan jinās ini adalah adanya tiga lafadz, lafadz yang pertama
sama atau hampir sama dalam pelafalan dengan lafadz yang kedua, dan lafadz yang
yang kedua sama dengan lafad yang ketiga, namun berbeda artinya. Istilah yang
digunkan oleh Ahmad Hindawi ketika menjelaskan jinās ini adalah ما ذكره بين كلمات ثلاث والوسطى
فيها متجانسة مع التى قبلها والتى بعدها dan bukan lafad yang pertama dan ketiga.[37]
Ini untuk menghindari adanya perbedaan huruf lebih dari satu.
Contoh
jinās ini seperti lafad المصلحة-المفرحة-المفلحة dalam ungkapan yang berbunyi ما المفرحة والمفلحة إلا حيث
السداد والمصلحة . lafad yang pertamaالمفلحة memiliki kesamaan dalam pelafalan dengan kedua المفرحة , dan
lafad kedua المفرحة mempunyai kesamaan dalam pelafalan dengan lafad yang ketiga المصلحة . Antara
lafad المفلحة dan lafad المفرحة adalah gaya bahasa jinās, karena hanya dibedakan oleh salah satu
rukun dari rukun-rukun yang empat, yaitu perbedaan huruf pada tengah
kalimat. Antara lafad المفلحة dan lafad المصلحة adalah gaya bahasa jinās , karena hanya dibedakan oleh satu rukun
dari rukun-rukun yang empat, yaitu perbedaan huruf pada tengah kalimat.
Sedangkan antara lafad kesatuالمفرحة dan lafad ketigaالمصلحة tidaklah dinamakan jinās, dikarenakan huruf yang berbeda lebih dari
satu.
C.
Kesimpulan
Kajian
jinās
termasuk dalam kajian ilmu Badi’ (muhassinat
al-lafdziyah) yang terdapat dalam Ilmu Balaghah. Jinās
merupakan gaya bahasa yang terdiri dari dua kata yang bisa dikatakan hampir serupa dalam pelafalan
dan berbeda maknanya.
Jinās
dalam kajian linguistik umum sama dengan homonimi. Adapun macam jinās adalah Jinās Tām dan Ghoiru Tām. Berdasarkan
pola variasi Jinās yang terdapat, maka Jinās dapat dibagi menjadi
beberapa bagian. Dari berbagai keindahan lafadz dalam gaya bahasa jinās tersebut
mempengaruhi terhadap makna yang terkandung didalamnya.
Daftar Pustaka
Al Jarim, Ali dan Musthafa Amin. 1951. Al-Balaghah
al-Wadhihah. Mesir: Dar al-Ma’arif
Handawi Hilal, Ahmad. 2002. Al-Jinas Fi
Asas al-Balaghah Li Zamakhsyari: Dirasah Balaghiyah Tahliliyah. Al Qahirah:
Maktabah Wahbah
Hasyimi, Ahmad. 2009. Jawahir al Balaghah
fi al Ma’ani wa al Bayan wa al Badi’. Libanon: Dar Al Kutub Al Ilmiyah
Idris, Mardjoko. 2007. Ilmu Balaghah Kajian
Khusus Uslub Jinas dan Iqtibas. Yogyakarta: Teras
Mahmud Allan, Ibrahim. 2002. Al badi’ fi
alqur’an. Al-imarat al Arabiyyah al Muttahidah: Dairah ats Tsaqafah wa al
I’lam
Wahbah, Majdi dan Kamil Muhandis. 1984. Mu’jam
al Musthalahat al Arabiyah fi al Lughati wa al ‘Alam. Beirut: Maktabah
Lubnan
Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar
Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Adimata
[1] Marjoko Idris,
Ilmu Balaghah Kajian Khusus Uslub Jinās dan Iqtibas, (Yogyakarta: Teras,
2007) hlm. 4
[2] Ahmad al Hasyimi, Jawahir al
Balaghah fi al Ma’ani wa al Bayan wa al Badi’, (Mesir: al Maktabah at
Tijariyah al Kubra, 1960). hlm. 44
[3] Marjoko Idris, Ilmu Balaghah
Kajian Khusus…, hlm. 7
[5] Ahmad Handawi Hilal, al-Jinās
Fi Asas al-Balaghah Li Zamakhsyari: Dirasah Balaghiyah Tahliliyah, (Al
Qahirah: Maktabah Wahbah, 2002) hlm. 12.
[6] Mamat Zaenuddin dan Yayan
Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Bandung : Refika Adimata, 2007), hlm. 150
[8] QS, Arrum 55
[9] Marjoko Idris, Ilmu Balaghah Kajian Khusus…,hlm. 8
[11] Marjoko Idris, Ilmu Balaghah Kajian Khusus…,hlm. 10
[16] Ibid, hlm. 11
[23] Ibrahim Mahmud Allan, Al badi’ fi alqur’an, (Al-imarat al Arabiyyah
al Muttahidah: Dairah ats Tsaqafah wa al I’lam, 2002) hlm. 112
[24] Majdi Wahbah dan Kamil
Muhandis, Mu’jam al Musthalahat al Arabiyah fi al Lughati wa al ‘Alam,
(Beirut: maktabah Lubnan, 1984) hlm 139