A.
Pendahuluan
Strategi adalah salah satu diskursus
yang sering kali disorot dalam sistem pembelajaran bahasa. Sukses atau tidaknya
suatu program pengajaran bahasa senantiasa dinilai dari strategi pengajaran
yang digunakan, karena strategilah yang menentukan tercapainya isi dan cara
mengajar bahasa. Kursus-kursus bahasa yang tumbuh bak jamur dimusim hujan
dengan mempromosikan usahanya dan menonjolkan “strategi yang mutakhir”
merupakan satu bukti akan pentingnya strategi dalam suatu pengajaran.[1]
Metodologi pengajaran bahasa kedua
atau bahasa asing mengalami perkembangan terus menerus seiring dengan
perkembangan yang terjadi pada disiplin ilmu bahasa linguistik dan ilmu
pendidikan. Ada tiga unsur bahasa yang diketahui dan diperhatikan dalam mempelajari bahasa
yaitu al ashwat, al mufrodat, dan al tarakib. Salah satu unsur
yang penting dalam pembelajaran bahasa Arab adalah tarakib, tarakib
ini terdiri dari qowaid al nahwi dan qowaid al sharfi. Tarakib
menjadi kebutuhan pokok ketika belajar bahasa Arab. Seseorang tidak mungkin
membaca teks arab dan membuat suatu kalimat tanpa memahami kaidah bahasa
tersebut.[2]
Dalam pembelajaran bahasa Arab
terdapat empat keterampilan berbahasa yang diajarkan secara integral, yaitu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Seorang pengajar harus mempunyai
strategi pembelajaran yang baik untuk sampai pada tujuan yang diinginkan, namun
pada kenyataannya para pengajar kurang memahami strategi pembelajarannya khususnya
qowaid, sehingga banyak dari siswa kurang menguasai tarakib tersebut.
Maka dengan adanya asumsi tersebut makalah ini akan membahas tentang tarakib
atau qowaid meliputi definisi qowaid, problem pembelajaran qowaid,
tujuan pembelajaran qowaid, model
pembelajaran qowaid, dan strategi pembelajaran qowaid.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Pembelajaran Qowaid
Pembelajaran adalah terjemahan dari “instruction”
yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses pengaturan lingkungan yang
diarahkan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik
sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki oleh siswa.[3]. Usman mengemukakan bahwa
pembelajaran atau pengajaran adalah tehnik menyajikan bahan pelajaran
terhadap siswa agar tercapai suatu tujuan yang telah ditetapkan secara efektif
dan efisien.[4] Mulyasa berpendapat bahwa Pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah
merealisasikan konsep pembelajaran dalam bentuk pembuatan. Dalam pendidikan berdasarkan
kompetensi pelaksanaan pembelajaran suatu rangkaian pembelajaran yang dilakukan
secara berkesinambungan, yang meliputi tahap persiapan, penyajian, aplikasi dan
penilaian.
Sedangkan qowaid merupakan
jama dari kata qaidah yang berarti aturan, undang-undang.[5] Qowaid
adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam menyusun
kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qowaid ini sangat banyak
diantaranya adalah ilmu nahwu dan sharaf. Nahwu
adalah ilmu tentang pokok-pokok yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal,
kata-kata bahasa arab dari segi i’rob dan bina’nya, yaitu dari
sisi yang dihadapinya dalam keadaan kata-kata itu disusun. Didalamnya diketahui
apa yang wajib terjadi dari harakat akhir dari suatu kata, dari rofa’, nasab,
jar, atau jazem, atau tetap saja pada suatu keadaan setelah kata
tersebut tersusun didalam suatu kalimat[6].
Qowaid merupakan
kaidah-kaidah bahasa yang lahir setelah adanya bahasa itu, dan telah digunakan
oleh penggunanya. Kaidah-kaidah ini lahir karena adanya kesalahan-kesalahan
dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, qowaid dipelajari agar pemakai
bahasa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab dengan baik dan benar.
Jadi dalam pembelajarannya, siswa tidak cukup dengan menghafal kaidah-kaidah
nahwu saja, melainkan setelah menghafal siswa harus menerapkan kaidah itu
didalam latihan membaca dan menulis teks berbahasa arab.
Adapun
sharf membicarakan perubahan bentuk
suatu kata kerja dari bentuk masa lalu (past), masa sekarang dan masa
yang akan datang (present), bentuk perintah, perubahan bentuk kata kerja
ke kata benda turunan, dan juga perubahan bentuk kata kerja sesuai pelaku dari
perbuatan tersebut.[7]
Sebagian ahli menyatakan bahwa ilmu shorof adalah tashrif. Izzy menggunakan
istilah tashrif dengan pembagian menjadi dua yaitu tashrif
menurut bahasa (lughat) berarti perubahan, dan tashrif menurut
istilah. Yang dimaksud ilmu shorf yaitu ilmu yang membahas tentang perubahan
asal (pokok) kata menjadi beberapa bentuk kata yang berbeda-beda yang memiliki
arti yang berbeda-beda pula. Menurut Farid Wahidy, ilmu shorof yaitu ilmu
tentang kaidah yang digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk kata dan
perubahannya tetapi tidak termasuk bina dan irab.[8]
Telah
menjadi kesepakatan bahwa penguasaan kaidah-kaidah nahwu dan shorof bukan
merupakan tujuan pembelajaran bahasa, melainkan hanya merupakan sarana untuk
membantu para siswa agar mampu berbicara, membaca, serta menulis dengan benar,
dan sebenarnya masih ada lagi sarana lain yang juga membantu siswa, diantaranya
adalah lingkungan bahasa yang baik, pembiasaan berbicara, menulis, dll.[9]
Dengan demikian,
pembelajaran qowaid adalah proses interaksi peserta didik dengan
lingkungannya dalam hal ini materi qowaid sehingga terjadi perubahan
perilaku peserta didik di mana mereka dapat memahami, mengerti dan menguasai qowaid
dan diharapkan mereka mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab
yang baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Tanpa qowaid yang baik,
seseorang akan banyak mengalami kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab baik
pasif maupun aktif.
2.
Tujuan Pembelajaran Qowaid
Dalam pembelajaran Qowaid terdapat beberapa tujuan, baik
umum maupun khusus. Menurut Hasan Syahatah diantara tujuan umum pembelajaran Qowaid
adalah sebagai berikut:[10]
a.
Untuk memperbaiki uslub-uslub
dari kesalahan-kesalahan secara nahwiyah.
b. Melatih murid berfikir dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan dan
kalimat.
c.
Pengembangan
materi kebahasaan agar mudah difahami
d. Mensistematiskan pengetahuan kebahasaan
murid agar mampu menggunakan bahasa
secara baik serta
memungkinkan murid untuk
menganalisis struktur kata dan ungkapan ataupun pernyataan yang dianggap tidak
jelas
e. Membantu murid dalam meningkatkan ketajaman kajian terhadap berbagai pola
dan kaidah pembentukan kata serta meningkatkan rasa bahasa
f.
Melatih murid-murid dalam menggunakan kata dan
kalimat secara benar
g.
Membiasakan
murid berbahasa dengan
benar, sehingga mereka tidak terpengaruh dengan bahasa-bahasa
pasaran
h.
Membekali siswa tentang struktur kata dan kalimat serta melatih
untuk membedakan antara struktur yang salah dan benar
Adapun tujuan khusus dari pembelajaran nahwu seperti yang
dikemukakan oleh Abdul Alim Ibrahim, dibagi menjadi tiga tingkatan berbahasa
yaitu tingkat Al-Ibtidaiyah, tingkat
Al- I’dadiyah, dan tingkat
As-tsanawiyah.[11]
a. Tingkat Ibtidaiyah
Pada tingkatan ibtidaiyah dikelompokkan menjadi tiga
halaqah yaitu: ula, tsaniyah, dan tsalisah. Di dalam halaqah ula meliputi dua kelas, yaitu
pertama dan kedua. Pada halaqah ini anak tidak diajarkan secara khusus tentang
nahwu, tidak dibutuhkan latihan-latihan tertentu dari susunan kalimat dengan bentuk tertentu, karena anak pada halaqah ini terbatas
informasinya, yang dibutuhkan
anak adalah keluasan informasi, berkembang pemerolehan bahasa agar anak dapat mengungkapkan
kebutuhan-kebutuhan tanpa dibatasi. Oleh karena itu peran guru
pada halaqah ini
terfokus kepada kemampuan
anak berbicara dengan bahasa
yang ia kuasai
dan menjadi ukuran
pada umumnya bahwa benarnya
susunan bahasa akan
terjadi melalui
percobaan-percobaan.
Pada halaqah Tsaniyah meliputi dua kelas, yaitu kelas tiga dan kelas
empat. Pada halaqah ini anak diberikan latihan dengan dua cara yaitu:
·
Latihan mengucapkan
bahasa secara terus menerus sebagai mana mengikuti halaqah dan dilengkapi
gambar yang menarik.
·
Latihan satu-persatu
kaidah tertentu disesuaikan perkembangan bahasa anak dan
menghindarkan kesalahan bahasa
anak.
·
Latihan dalam bentuk tanya jawab dan tentang sebagai
kata ganti atau dhamir, dengan contoh
ini guru mampu
mendidik bahasa anak.
Sedangkan untuk
halaqah tiga meliputi
dua kelas, yaitu
lima dan enam.
Murid pada halaqah ini memungkinkan untuk konsentrasi dalam
mengembangkan pikirannya,
kemampuan memahami qawa’id
sesuai tujuan yang ditentukan. Cara yang digunakan berupa contoh-contoh,
diskusi, minta pendapat, dan penerapannya.
Pada halaqah ini
tidak ada larangan secara khusus untuk mengajarkan qawa’id dan penerapan penerapannya dengan memberikan
kemudahan kepada anak
setelah banyak menguasai qawa’id yang beragam.
b. Tingkat I’dadiyah
Pada tingkatan I’dadiyah murid memulai pelajaran ilmu
nahwu dengan program yang direncanakan berupa gambaran yang lebih luas dan
komprehensif. Pada tingkat ini dapat mengulangi sebagian bab-bab yang diajarkan pada
tingkat sebelumnya serta materi bersifat lebih detail dan rinci.
c. Tingkat Tsanawiyah
Metode-metode
pada tingkat ini
terfokus pada bab-bab
dan masalah-masalah yang muncul dalam pemahaman pada murid tingkat I’dadiyah dan
mengkhususkan qawa’id serta
penerapannya secara lengkap.
Metode yang sesuai adalah metode khusus nahwu. Dari penjelasan tentang model
pengajaran qawa’id (nahwu) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mengajarkan nahwu harus memperhatikan tingkat (marhalah) dalam suatu lembaga
pendidikan. Jadi nahwu belum
tentu sesuai diajarkan
di setiap tingkat,
hal ini dikarenakan tingkat
berfikir siswa di setiap marhalah tidak sama.
Untuk lebih meningkatkan hasil belajar dalam belajar / mengajarkan nahwu,
hendaklah para pengajar nahwu memperhatikan hal-hal berikut :
·
Hendaklah menyiapkan beberapa contoh untuk
kaidah yang akan diajarkan.
·
Contoh itu dituliskan di papan tulis dengan tulisan
yang terang dan benar.
·
Siswa melihat dan
memperhatikan ke papan tulis dan salah seorang di antaranya disuruh membaca
misal itu.
·
Para siswa
memperhatikan misal itu satu persatu, yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya menjadi pokok dan jalan untuk memahami kaidah tersebut.
·
Setelah selesai bertanya jawab dan
memperbandingkan misal-misal itu, maka kemudian guru menyuruh menyimpulkan
kaidah definisi contoh tersebut.
·
Guru menuliskan definisi yang disimpulkan oleh
siswa.
·
Berikanlah kata-kata
kunci, supaya siswa menyusun kata-kata itu dalam kalimat yang mengandung arti,
sesuai dengan kaidah yang telah dipelajari.
·
Perlihatkanlah kepada
siswa beberapa kalimat dan disuruh mereka mengatakan apa-apa yang berhubungan
dengan kaidah tersebut
Sedangkan tujuan
mempelajari ilmu shorof adalah untuk memahami berbagai perubahan kata asal
(pokok) menjadi beberapa macam kata dan memahami berbagai cara perubahannya
menurut pola perubahan pembentukan kata atau waznnya dan untuk
menghindari berbagai kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah sharfiah.[12]
Secara ringkas menurut penulis dapat dinyatakan bahwa
tujuan pembelajaran qowaid adalah mengenalkan dan membiasakan peserta
didik menggunakan kaidah-kaidah nahwu dan sharaf secara tepat, sehingga
terhindar dari kesalahan lisan, baca, makna, maksud yang ingin disampaikan
kepada orang lain dan kesalahan dalam ekspresi tulisan. Selain itu, nahwu juga
sangat membantu seeorang untuk memahami teks bahasa Arab. Implikasinya adalah
peserta didik mampu secara tepat dan cermat menyusun ungkapan dan kalimat dalam
bahasa Arab, untuk kepentingan komunikasi aktif maupun pasif.
3.
Model Pembelajaran Qowaid
Model pembelajaran shorof disamakan dengan model pembelajaran nahwu
yang keduanya berada dalam satu rumpun yaitu rumpun qowaid. Ada dua
model pembelajaran qowaid, model ini dikenal dengan metode qiyasi (deduktif),
dan metode istiqraiy (induktif)[13],
namun menurut Hasan Syahatah ada tiga model pembelajaran qowaid, dengan
adanya metode al mu’dilah.[14]
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Model qiyasi (deduktif)
yaitu metode yang pembelajarannya dimulai dengan kaidah-kaidah atau ta’rif kemudian memberi contoh-contoh. Cara mengajar dengan pendekatan ini diawali oleh guru dengan
menyebutkan kaidah nahwu yang ingin mengajarkan dengan memberi contoh-contoh
pemberian contoh tersebut disesuaikan dengan topik/muatan materi dan tingkat
kemampuan siswa cara seperti ini lebih dianjurkan pada siswa tingkat mutawashith
dan mutaqaddim.
Adapun langkah
aplikatif bagi seorang guru adalah sebagai berikut:[15]
·
Guru masuk kelas dan
memulai pelajaran dengan menyampaikan tema tertentu
·
Guru melanjutkan dengan
menjelaskan kaidah-kaidah nahwu
·
Pelajaran dilanjutkan
dengan siswa memahami serta menghafal tentang kaidah-kaidah nahwu
·
Guru memberikan contoh
atau teks yang berkaitan dengan kaidah
·
Guru memberikan
kesimpulan pelajaran
·
Setelah dianggap cukup,
siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan
Beberapa kelebihan metode qiyasi adalah sebagai berikut:
·
Tujuannya lebih
spesifik
·
Aplikasinya mudah dan
cepat
·
Memudahkan siswa dalam pemahaman dengan cepat
·
Tidak menekankan adanya
hafalan
Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut:
·
Pemahaman siswa cepat
luntur, karena tidak dihafalkan
·
Adanya ketergantungan
kepada orang lain
·
Lemahnya dari sisi
keaktifan berfikir dan mengemukakan pendapat
·
Kesulitan dalam qowaid
yang bersift juz’iyah[16]
b.
Model istiqraiy (induktif)
yaitu metode yang dimulai dengan
contoh-contoh yang baru, kemudian yang diikuti dengan qowaid pada
umumnya. Pada pembelajaran bahasa nahwu dengan
pendekatan ini guru justru memulai pelajaran dengan menampilkan contoh-contoh
pola kalimat terlebih dahulu guru mengiringi penjelasan dengan pengambilan
kesimpulan kaidah yang terdapat dalam contoh-contoh tersebut. Cara ini lebih
baik untuk diberikan pada siswa tingkat ibtida’iyah.
Adapun langkah- langkahnya sebagai berikut:
·
Guru
memulai pelajaran dengan menentukan tema pelajaran
·
Guru
memberikan contoh kalimat atau teks yang berhubungan dengan tema.
·
Siswa
secara bergantian diminta untuk membaca contoh atau teks yang diberikan oleh
guru
·
Setelah
dianggap cukup, guru menjelaskan kaidah nahwu yang terdapat dalam contoh atau
teks yang berkaitan dengan tema
·
Dari
contoh atau teks, guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan atau
rangkuman tentang kaidah nahwu
·
Siswa
diminta untuk mengerjakan latihan-latihan.[17]
Adapun
metode istiqraiy mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah
sebagai berikut:
·
Metode
ini merupakan metode yang baik untuk menemukan tujuan dari qowaid nahwu
·
Mampu
menyimpulkan kaidah yang umum dengan cepat
·
Memberikan
makna jelas dan mudah praktiknya
·
Pemberian
contoh dengan uslub-uslub yang mudah dipahami
Sedangkan
kekurangannya adalah sebagai berikut:
·
Lambat
dalam memperoleh informasi karakteristik siswa
·
Tidak
efisien karena kebanyakan contoh-contoh yang diberikan oleh guru
·
Contoh
yang diberikan biasanya parsial, sering terpisah tidak sesuai dengan tingkatan
siswa.[18]
c.
Model al-mu’dilah
merupakan pengembangan dari dua metode sebelumnya yaitu metode pembelajaran
nahwu menggunakan metode yang bersambung tidak terpisah. Yang dimaksud
bersambung adalah potongan bacaan dari satu topik teks bacaan yang dibaca
siswa, kemudian ditunjukan beberapa hal yang dianggap spesifik kemudian setelah
itu mengambil kesimpulan tentang kaidahnya dan ditambah praktik berupa latihan.[19]
Berbagai model pembelajaran qowaid yang telah dipaparkan sebelumnya
merupakan model yang sering digunakan dimadrasah maupun pondok pesantren.
Menurut penulis, sebenarnya model tersebut dapat dilakukan dan digunakan bukan sesuai
dengan tingkat pendidikannya seperti yang dicantumkan diatas, tetapi model
tersebut digunakan sesuai dengan tujuan awal dalam mempelajari bahasa. Jika
bahasa digunakan atau dipelajari untuk kepentingan komunikatif atau mahir dalam
berbicara dapat digunakan model istiqraiy atau induktif. Jika tujuan
mempelajari bahasa Arab dengan tujuan memahami
teks arab dan cenderung menguasai bahasa Arab secara pasif maka model
yang digunakan hendaklah model qiyasi atau deduktif.
4.
Problem Pembelajaran Qowaid
a. Guru menitikberatkan perhatian pada kaidah qowaid untuk menghafal dan
memahami isi bacaan. Pengajaran qowaid membutuhkan waktu yang panjang dan sangat lama dalam proses
pembelajarannya, sehingga mengabaikan pembelajaran lain yang tidak kalah
pentingnya.
b. Siswa yang sering dituntut hafalan syair-syair atau matan tentang ilmu nahwu/sharf
tetapi mereka tidak paham dari makna dan penjelasan syair yang diihafal
tersebut. Oleh karena itu, jika memang diajarkan dalam bentuk lagu dan
menghafalkan syair dengan tujuan untuk menarik siswa dan untuk mengingat dengan
mudah, maka guru harus menjelaskan secara detail makna dan isi dari syair yang
dipelajari, agar siswa paham dan mengerti makna yang terkandung di dalamnya.
c. Pembelajaran qowaid diajarkan tidak utuh dan parsial, terkesan terpisah-pisah serta mengalami
penyempitan dan membatasi diri dalam wilayah garapannya, sebatas menyajikan
contoh-contoh tanpa dikaji secara kritis.
d. Pembelajaran qowaid sering lebih berorientasi untuk menjelaskan keadaan yang tidak memasuki
wilayah substantif, menjelaskan keadaan rafa’, nasab, mubtada’, fail, maf’ul
bih, naibul fail dengan mengabaikan implikasi makna yang menyertainya. Juga
tidak memperhatikan konsekuensi makna yang mengikuti dan ada dalam
masing-masing pola.
e. Pola hubungan guru dan murid dalam pembelajaran tarakib terkadang
terlihat kaku, guru hanya menyajikan contoh kemudian peserta didik dituntut dan
diberi tugas membuat contoh serupa. Guru jarang mengetahui kekuatan dan
kelemahan siswa adalam pembelajarannya.
f. Buku ajar qowaid yang di dapat terkadang materinya tidak sesuai dengan kemampuan siswa.
Seperti materi yang terlalu panjang, monoton, dan jauh dari nilai-nilai
humanis, sehingga menjadi beban bagi siswa.
g. Pembelajaran qowaid tidak disandingkan lagi dengan disiplin ilmu lain, seperti ilmu al-Qur’an,
atau ilmu bahasa, psikologi, dan humaniora.
5. Strategi Pembelajaran Qowaid
Strategi
pembelajaran merupakan cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil pembelajaran
yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.[21]
Strategi pembelajaran juga berarti cara-cara yang digunakan oleh pengajar,
untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran.
Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi,
sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.[22]
Pada dasarnya,
kegiatan pengajaran tata bahasa terdiri dari dua bagian yaitu pengenalan
kaidah-kaidah bahasa (nahwu dan shorof) dan pemberian latihan atau drill.
Kedua kegiatan tersebut dapat dilaksanakan baik dengan cara deduktif maupun
induktif dan disesuaikan dengan pandangan dasar dari pendekatan yang digunakan.
Pengenalan
kaidah bahasa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
·
Cara
deduktif
Dimulai
dengan memberikan kaidah-kaidah bahasa yang harus difahami dan dihafalkan,
kemudian diberikan contoh-contoh. Setelah itu siswa diberikan kesempatan untuk melakukan
latihan-latihan untuk menerapkan kaidah atau rumus yang telah diberikan tadi
·
Cara
induktif
Dilaksanakan
dengan cara, guru pertama-tama menyajikan contoh-contoh. Setelah mempelajari
contoh yang diberikan, siswa dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri
kaidah-kaidah bahasa berdasarkan contoh- contoh tersebut.
Ada dua hal yang perlu dicatat dalam pengenalan kaidah ini, pertama
bahwa siswa tidaklah dituntut harus menghafalkan kaidah diluar kepala,
melainkan kemampuan memahami dan memfungsikannya kaidah tersebut kedalam
praktik berbahasa sehari-hari. Kedua,
tidak semua topik dalam nahwu harus diajarkan. Topik-topik kaidah bahasa perlu
dipilih berdasarkan kebutuhan pemakainya dan disesuaikan dengan tingkat atau level para pembelajar.
Beberapa
pendekatan dan metode menekankan perlunya penyajian gramatika fungsional, baik
dari segi pilihan materi maupun cara penyajiannya. Yang ditekankan bukanlah
penguasaan kaidah apalagi sekedar menghafalkan definisinya, melainkan kemampuan
membuat kalimat-kalimat gramatikal.
Ada
tiga jenis atau jenjang latihan yang masing-masing berdiri sendiri atau bisa
dilakukan secara berurutan sehingga merupakan satu kesatuan, yakni
·
Latihan
Mekanis
Latihan
ini bertujuan menanamkan kebiasaan dengan memberikan stimulus untuk mendapatkan
respon yang benar. Latihan ini diberikan secara lisan maupun tulisan.
ü Pengulangan sederhana
فتح
المدرس كتابا
فتح
المدرس كتابا
ü Penggantian sederhana
فتح
المدرس كتابا
فتح
المدرس بابا
ü Penggantian berganda
فتح
المدرس كتابا
فتح
الطالب بابا
ü Transformasi
فتح
المدرس كتابا
فتحت
المدرسة كتابا
ü Penggabungan kalimat menggunakan isim maushul
قرأت
كتابا – اشتريت كتابا بالأمس
قرأت
الكتاب الذي اشتريته بالأمس
·
Latihan
Bermakna
Jika
latihan mekanis semuanya bersifat manipulatif, karena kaliamt yang diucapkan
siswa sama sekali tidak dihubungkan dengan konteks dan situasi, maka latihan
bermakna meskipun belum sepenuhnya
bersifat komunikatif, tapi sudah dihubungkan dengan konteks atau situasi
sebenarnya. Pemberian konteks, untuk meningkatkan latihan manipulatif ke
latihan bermakna dapat menggunakan alat peraga atau media dan mendesain situasi
kelas dengan memanfaatkan benda-benda didalamnya.
·
Latihan
Komunikatif
Latihan
ini menumbuhkan daya kreasi siswa dan merupakan latihan berbahasa yang
sebenarnya. Oleh karena itu, latihan ini sebaiknya diberikan apabila guru
merasa bahwa siswa telah mendapatkan bahan yang cukup yang sesuai dengan
situasi dan konteks yang ditentukan.
Berdasarkan tujuan umum pembelajaran qowaid, penulis dapat
merumuskan strategi yang cocok dalam pembelajaran qowaid adalah sebagai berikut:[25]
1.
Tahlil al- Akhta
a.
Tujuan
Ini
adalah strategi yang menuntut adanya kecermatan siswa dalam mengidentifikasi
dan menganalisis kesalahan pada tata bahasa arab. Disamping menghadirkan
pembenaran atas kesalahan tersebut.
b.
Alat
yang digunakan
Papan
Tulis, Spidol, Slide Power Point, Kamus Bahasa Arab
c.
Prosedur
ü Strategi ini digunakan setelah guru memberikan tugas kepada siswa
untuk menulis karangan pendek sesuai dengan tema yang diajarkan
ü Setelah tugas dikoreksi, guru hendaknya mengidentikasi dan
mengklasifikasi mana yang merupakan kesalahan umum yang berfrekuensi tinggi.
Serta amana yang merupakan kesalahan individual.
ü Minta siswa secara bersama-sama untuk menganalisa kesalahan
tersebut dimulai dari yang berfrekuensi tinggi.
ü Guru kemudian menjelaskan letak kesalahnnya dan pembetulannya. Jika
diperlukan, guru menjelaskan qowaid yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang dianalisa.
2.
Belajar Jumlah
a.
Tujuan
Siswa
dapat menggunakan struktur kalimat yang terdiri atas jumlah fi’liyah
b.
Alat
yang diperlukan
Teks
bacaan, kertas, bolpoin
c.
Prosedur
ü Guru membuat daftar bacaan atau mengambil teks yang ada dibuku
bahasa Arab
ü Guru membagikan bacaan kepada siswa
ü Siswa secara berkelompok mencari jumlah fi’liyah
ü Guru dan siswa membahas bersama-sama tema pembelajaran
3.
Kalimat Aktif-Pasif
a.
Tujuan
Melatih siswa belajar kalimat aktif dan pasif
b.
Alat
yang diperlukan
Alat tulis, potongan kertas kecil atau kartu berwarna
c.
Prosedur
ü Bagikan kertas kepada siswa, lalu mintalah mereka membuat kata kerja
aktif
ü Mintalah masing-masing siswa untuk saling menukarnya
ü Setelah itu, siswa membuat kata pasif dari kartu tersebut
dibaliknya dengan kata yang sama
4. Ikhtiyar al- Jummal
a. Tujuan
Ini
adalah strategi yang membutuhkan kejelian siswa untuk dapat memilah antara
kalimat yang salah dan benar. Strategi ini dapat berguna untuk mengunggah sense
of language mahasiswa terhadap struktur kalimat bahasa Arab.
b.
Alat
yang diperlukan
Papan
Tulis, Spidol, Potongan-potongan Kertas, Permen
c.
Prosedur
ü Untuk tahap persiapan, guru hendaknya membuat sejumlah kalimat
dalam potongan-potongan kertas. Kalimat-kalimat tersebut ada yang susunan
gramatikanya benar dan ada yang salah. Kemudian kalimat-kalimat tersebut
dicampur.
ü Bagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi
sekitar 10-20 kalimat yang salah dan yang benar
ü Siswa diminta untuk memilah kalimat yang benar dan salah.
ü Guru memeriksa hasil kerja siswa. Jika ada yang salah letak, maka
guru menanyakan alasan mengapa ia meletakan kalimat tersebut pada posisi itu.
ü Akhiri pembelajaran dengan mendikusikan kalimat-kalimat yang salah
dan bagaimana membetulkannya.
5. Card Sort
a.
Tujuan
Melatih siswa berfikir
dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan, dan kalimat
b.
Alat yang digunakan
Kartu acak, kertas, bolpoin
c.
Prosedur
ü Siapkan kertas yang telah dituliskan dengan kalimat dengan struktur
yang berbeda-beda
ü Bagikan kartu tersebut kepada para siswa secara acak
ü Mintalah masing-masing siswa berkelompok sesuai dengan kategori
kalimat yang ada dalam kartu masing-masing
ü Mintalah masing-masing siswa kelompok menuliskan kalimat-kalimat
yang serupa tersebut dalam kertas maupun
ü Mintalah masing-masing kelompok menyampaikan hasilnya (presentasi)
di depan kelas
ü Berikan kesempatan kelompok lain untuk memberikan komentar atau
pertanyaan
ü Berikan klarifikasi secara menyeluruh dari hasil kerja kelompok
tersebut.
6. Gramatika Cepat
a.
Tujuan
Melatih siswa
memproduksi dan mengidentifikasi macam-macam kalimat dengan cepat, logis, dan
tepat.
b.
Alat yang digunakan
Telinga (pendengaran),
penglihatan-pikiran, dan mulut (pengucapan dan pelafalan)
c.
Prosedur
ü Siswa diajak bermain dengan menebak kata yang diucapkan teman
disampingnya. Kata kunci permainan ini adalah mendengarkan dan menebak susunan
kata yang berupa grammar dari teman
ü Tidak boleh menyebutkan kata yang sama atau sudah diucapkan teman
sebelumnya
ü Kata umpan pertama berasal dari guru
ü Misalnya guru memulai dengan kata فتح , lalu dijawab dengan “kalimat fi’il, fi’il
madhi, mabni fathah, shohih, dst”.
7. Tahlil
An Nash
a. Tujuan
Strategi ini melatih ketajaman analisis
terhadap struktur kata dan ungkapan ataupun pernyataan yang
dianggap tidak jelas
b. Alat yang digunakan
Teks
Bacaan, Papan Tulis, Spidol
c. Prosedur
ü Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.
ü Mintalah semua siswa untuk membaca teks tersebut dengan seksama.
ü Mintalah masing-masing siswa untuk menganalisis struktur kata dan
ungkapan ataupun pernyataan yang dianggap tidak jelas
ü Mintalah siswa untuk berkelompok dan mendiskusikan hasil analisis
teks bacaan masing-masing.
ü Mintalah beberapa siswa untuk menyampaikan hasilnya (presentasi) di
depan kelas mewakili kelompoknya.
ü Berikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan komentar
atau pertanyaan.
ü Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa tersebut agar
pemahaman terhadap bacaan semakin baik.
8.
Tusuk Gramatika
a.
Tujuan
Siswa
dapat mengelompokan jenis kata dan menambah perbendaharaan kata
b.
Alat
yang diperlukan
Lidi
dan kertas berbentuk lingkaran kecil bertuliskan kosakata Arab berupa kelompok
kata, kalimat, huruf, dll
c.
Prosedur
ü Guru membuat lingkaran kecil dari kertas manila
ü Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
ü Guru memberikan instruksi tentang mekanisme tusuk kata kepada
masing-masing kelompok
ü Masing-masing kelompok mencari dan mengurutkan kelompok yang telah
diacak dan menyusunnya dengan menusukkan kata yang sesuai dengan kelompok kata
tersebut
ü Siswa mencari, mendiskusikan, dan mengklasifikasikan kata sesuai
dengan bagiannya masing-masing
ü Setelah game selesai, tiap kelompok maengirim perwakilan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya
ü Penilaian bisa dilakukan oleh guru dengan menyebutkan kesalahan
atau melihat jumlah kata yang salah tusuk
9. Istintajiyyah
a.
Tujuan
Pengembangan materi kebahasaan agar mudah difahami
b.
Alat
yang diperlukan
Papan Tulis, Spidol,
Slide Power Point
c.
Prosedur
ü Guru memberikan contoh-contoh kalimat pada pola tertentu misalnya: مبتدأ مؤخر
ü الأشجار فى
البستان
ü أحمد فى الفصل
ü فى البستان
أشجار
ü فى الفصل أحمد
ü Guru menjelaskan kalimat no 1 dan 2, mahasiswa diminta untuk
memperhatikan isim yang ada diawal kalimat yang bergaris bawah. Isim-isim
tersebut mubtada, sedangkan khobarnya adalah kata-kata sesudahnya
ü Siswa diminta untuk memperhatikan dan membandingkannya dengan
contoh no 3 dan 4
ü Setelah siswa mengidentifiksi perbedaan kedua kelompok contoh
tersebut, maka dijelaskan bahwa kata-kata yang terletak dibelakang adalah
mubtada muakhar dan yang ada didepan adalah khabar muqaddam.
ü Dan untuk pemantapan, siswa diberi contoh dengan pola yang sama
10. Musykil
I’rabul Qur’an
a.
Tujuan
Melatih
siswa mengembangkan penguasaan stuktur gramatika dan agar terampil menggunakan i’rab
terhadap suatu bacaan
b.
Alat
yang diperlukan
Teks
bacaan atau potongan ayat Alquran dengan panjang yang sama, papan tulis, spidol
c.
Prosedur
ü Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
ü Siapkan teks bacaan atau potongan ayat Alquran dan diletakan di
kardus kecil atau kotak tertentu
ü Setiap kelompok diminta mengambil salah satu potongan teks
ü Setiap kelompok diminta mendiskusikan dan menentukan pola struktur
gramatika dengan cara menggunakan ‘irab
ü Permainan ini dilanjutkan pada evaluasi bersama
ü Hasil kerjaan siswa ditulis dipapan tulis dan dikoreksi oleh yang
lain
11.
Muqaranat al-Nash
a.
Tujuan
Siswa
dapat membandingkan dua model tulisan yang berbeda bentuk, namun sama tema
bahasan. Kajian ini lebih difokuskan pada unsur gramatika bahasanya.
b.
Alat
yang digunakan
Majalah,
Surat kabar/ Koran, Papan Tulis, Spidol
c.
Langkah-langkahnya:
ü Guru menghadirkan dua tulisan yang sama tema tapi berbeda dalam
bentuk dari majalah atau surat kabar, dll
ü Bagi siswa menjadi beberapa kelompok yang saling bekerjasama.
ü Minta masing-masing kelompok untuk menuliskan perbandingan kedua
tulisan yang tersedia, dengan mengidentifikasi unsur gramatikalnya
ü Bahas hasil perbandingan mahasiswa secara bersama-sama secara
runtut dan logis.
12. Klasifikasi Gramatika
a.
Tujuan
Siswa
secara berkelompok agar mampu
mengklasifikasikan struktur gramatika yang sejenis
b.
Alat
yang diperlukan
Kartu
berwarna atau flash kartu
c.
Prosedur
ü Bagilah siswa menjadi dua tim dan memberi nama tim tersebut
ü Berikan setiap tim setumpuk kartu yang berisi kalimat dengan
berbagai jenis struktur gramatika
ü Setiap tim mengklasifikasikan tumpukan kartu sesuai dengan jenis gramatika
ü Guru memeriksa klasifikasi dua tim.
13. Tamtsiliyyah
a. Tujuan
Membiasakan murid berbahasa
dengan benar, sehingga
mereka tidak terpengaruh dengan bahasa-bahasa pasaran.
b. Alat yang diperlukan
Teks Bacaan,
Permen, Papan Tulis, Spidol
c. Prosedur
ü Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota sesuai
dengan peran yang ada dalam teks dialog yang akan diajarkan (misalnya, 2 atau 3
orang)
ü Siswa diberi teks yang berisi dialog dan mereka diminta untuk
mempelajarinya dan menanyakan kosakata yang tidak difahami
ü Siswa diminta untuk memainkan peran yang ada dalam teks tersebut
dan mengungkapkan dialog tokoh tersebut melalui bahasa yang sesuai dengan
kaidah tata bahasa Arab.
ü Kemudian bertukar peran dengan yang lainnya.
14. Mafhum An Nash
a. Tujuan
Menghindari berbagai
kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah sharfiah.
b. Alat yang diperlukan
Teks
Bacaan, Papan Tulis, Spidol
c. Prosedur
ü Bagikan teks/bacaan kepada masing-masing siswa.
ü Guru mengenalkan kata-kata dan istilah baru
ü Siswa memahami judul/topik isi bacaan
ü Siswa menjawab pertanyaan bacaan
ü Siswa menganalisis kalimat yang terdapat dalam bacaan
ü Siswa menyebutkan kaidah-kaidah sharfiyah yang terdapat dalam
bacaan
ü Siswa mengerjakan tamrinat/ latihan
15. Permainan Tiga
Fi’il
a.
Tujuan
Memperkenalkan
siswa tentang kosakata atau kalimat dalam beberapa bentuk, misalnya fi’il dalam
tiga bentuk
b.
Alat
yang digunakan
Dewan
juri, hadiah, dan kartu kata
c.
Prosedur
ü Bagilah siswa menjadi tiga kelompok
ü Kel 1 adalah fi’il madhi, kel 2 adalah fi’il mudhori,
kel 3 adalah fi’il amar
ü Guru memotong kerja sesuai selera dan membaginya dalam tiga jenis
bentuk
ü Guru membacakan terjemah satu kata, misal makan, setiap siswa
beradu kecepatan mengangkat kartunya yang memiliki arti makan dalam bahasa arab
ü Kelompok yang tercepat dalam mengangkat dan membacanya dalam bahasa
arab adalah pemenangnya.
16.
Gramatika Kolom Shorof
a.
Tujuan
Memudahkan
ingatan siswa dalam menghafal perubahan kata
b.
Alat
yang digunakan
Pendengaran,
pengucapan, spidol, kolom, dan papan tulis.
c.
Prosedur
ü Siswa melantunkan tashrif
ü Diusahakan sebaiknya kalimat yang hendak ditashrif dalam permainan
ini dibuat berkaitan dengan materi bacaan yang sedang dibahas.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa paparan singkat terkait qowaid
dan strategi pembelajarannya, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
-
Qowaid atau tata bahasa adalah sarana untuk dapat
menggunakan bahasa dengan benar dalam berkomunikasi. Sedangkan definisi qowaid
adalah aturan-aturan yang mengatur penggunaan bahasa Arab yang digunakan
sebagai media dalam memahami kalimat.
-
Dalam pembelajaran qowaid, guru sering
menitikberatkan perhatian pada kaidah-kaidah nahwu shorof untuk
dihafalkan, dan cenderung kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan latihan-latihan yang dapat memahami isi kaidah tersebut dengan baik.
-
Tujuan khusus pembelajaran qowaid
terkesan masih ada yang sama untuk satu tingkat dengan tingkat lain. Namun
karena pemilihan strategi dan materi yang berbeda, tentu pencapaian kompetensi
dan tingkat kemahirannya juga akan sangat berbeda
-
Ada dua model pembelajaran qowaid yaitu
model qiyasi (deduktif) dan model istiqraiy (induktif), hasan syahatah
menambahkan satu lagi metode yaitu model al Mu’dilah dalam pembelajaran qowaid.
-
Dalam penggunaan strategi pembelajaran qowaid
seorang guru harus mmperhatikan beberapa hal yang menjadi pertimbangan,
diantaranya adalah jenis materi yang akan disampaikan termasuk mempersiapkan
latihannya, karakteristik siswa, waktu yang disediakan,dll
[1] Rodliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi
Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group,
2005), hlm. 51
[2] Syaiful Musthofa, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Inovatif,
(Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm. 91
[3] Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Cet.
Kedua. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 78
[5] Ahmad Warson Munawwir,. 2002. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 2002). hlm.
1138
[6] Syaikh Musthofa Al-ghuyalaini, Tarjamah Jami’ud Durusil Arabiyah,
(Semarang: CV Asy-Syifa, 1991), hlm.15
[10] Hasan Syahatah, Ta’limul Lughoh Al Arabiyah baina Nadzariyat wa Tathbiq,
(Mesir: Darul Misriyah Lubnaniyah, 1993), hlm. 201
[12] Maksudin, Strategi Pembelajaran Shorof, Alarabiyah Jurnal, hlm.27
[13] Rusydi Ahmad, Ta’limul Arabiyah lighairi
Nathiqin biha wa Manahijihi wa Asalibihi, (Ribat: Mamlakah Arabiyah
Assu’udiyah, 1989), hlm. 200
[14] Hasan Syahatah, Ta’limul Lughoh Al Arabiyah baina Nadzariyat wa Tathbiq...,
hlm. 212
[20] Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Bahasa Arab dari Pendekatan
Konvensional ke Integratif Humanis, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. 177
[21]
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009), hlm. 5.
[22]
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.3
Matriks Strategi Pembelajaran Qowaid (Tata Bahasa)
|
No
|
Tujuan
|
Strategi
|
Media
|
Evaluasi
|
|
1.
|
Melatih murid-murid dalam menggunakan kata dan kalimat secara benar.
|
Tahlil
al- Akhta
Belajar Jumlah
Kalimat
Aktif-Pasif
|
Papan Tulis
Spidol
Slide Power
Point
Kamus Bahasa
Arab
Teks bacaan
Kertas
Bolpoin
Alat tulis
Potongan kertas
kecil atau kartu berwarna
|
Siswa menganalisa teks dari kesalahan tata bahasa yang berfrekuensi tinggi
Masing-masing siswa membuat jumlah fi’liyah
Masing-masing siswa membuat kalimat aktif-pasif dalam bahasa Arab
|
|
2.
|
Untuk memperbaiki uslub-uslub dari kesalahan-kesalahan
secara nahwiyah
|
|||
|
3.
|
Melatih murid berfikir dan menemukan perbedaan struktur kata, ungkapan
dan kalimat.
|
Ikhtiyar
al- Jummal
Card
Sort
|
Papan Tulis
Spidol
Potongan-potongan
Kertas
Permen
Kartu acak
Kertas
Bolpoin
|
Siswa memilih kalimat yang salah dan benar sesuai tata bahasa/
kaidah bahasa Arab
|
|
4.
|
Membekali siswa tentang struktur kata dan kalimat serta
melatih untuk membedakan antara struktur yang salah dan benar
|
Gramatika Cepat
|
Telinga
(pendengaran)
Penglihatan-pikiran
Mulut
(pengucapan dan pelafalan)
|
Masing-masing siswa membuat kalimat bahasa Arab secara tepat dan
benar
|
|
5.
|
Mensistematiskan
pengetahuan kebahasaan murid
agar mampu menggunakan bahasa
secara baik serta
memungkinkan murid untuk
menganalisis struktur kata dan ungkapan ataupun pernyataan yang dianggap
tidak jelas
|
Tahlil
An Nash
Tusuk Gramatika
|
Teks Bacaan
Papan Tulis
Spidol
Lidi
Kertas
berbentuk lingkaran
|
Siswa menganalisis teks sesuai tata kaidah bahasa Arab secara
kelompok kemudian mempresentasikannya didepan kelas
Masing-masing siswa membuat kalimat bahasa Arab secara sempurna
sesuai kaidah gramatika
|
|
6.
|
Pengembangan
materi kebahasaan agar mudah difahami
|
Istintajiyyah
Musykil I’rabul Qur’an
|
Papan Tulis
Spidol
Slide Power
Point
Teks bacaan
atau potongan ayat Alquran Papan tulis
Spidol
|
Siswa mengerjakan tugas dengan contoh lain tapi dengan pola yang
sama
Siswa meng’irab teks yang diberikan guru secara individual
|
|
7.
|
Membantu murid dalam meningkatkan ketajaman kajian terhadap berbagai pola
dan kaidah pembentukan kata serta meningkatkan rasa bahasa
|
Muqaranat
al-Nash
Klasifikasi Gramatika
|
Majalah
Surat kabar/
Koran
Papan Tulis
Spidol
Kartu
berwarna
|
Siswa secara berkelompok menuliskan perbandingan dari dua teks
yang berbeda
Masing-masing siswa membuat kalimat bahasa Arab secara sempurna
sesuai kaidah gramatika
|
|
8.
|
Membiasakan murid berbahasa
dengan benar, sehingga
mereka tidak terpengaruh dengan bahasa-bahasa pasaran
|
Tamtsiliyyah
|
Teks Bacaan
Permen
Papan Tulis
Spidol
|
Siswa memerankan tokoh sesuai dengan peran dengan menggunakan
bahasa Arab Fusha sesuai kaidah tata bahasa
|
|
9
9.
|
Memahami berbagai
perubahan kata asal (pokok) menjadi beberapa macam kata
|
Permainan Tiga Fi’il
|
Dewan juri
Hadiah
Kartu kata
|
Siswa membuat tiga fi’il, masing-masing 5 fi’il
|
|
10.
|
Memahami berbagai
cara perubahannya menurut pola wazn ny
|
Gramatika Kolom
Shorof
|
Pendengaran
Pengucapan
Spidol
Kolom
Papan tulis.
|
Siswa menghafal bebrapa kata dan tashrifannya
|
|
11.
|
Menghindari berbagai
kesalahan yang berhubungan dengan masalah-masalah sharfiah.
|
Mafhum An
Nash
|
Teks Bacaan
Papan Tulis
Spidol
|
Siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru terkait dengan
kaidah sharaf
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar