A.
Pendahuluan
Bahasa merupakan komponen utama dalam komunikasi di samping
komponen komponen lain seperti gerak tubuh, nada, dan sebagainya. Tanpa bahasa
tidak akan pernah terjadi komunikasi secara verbal. Demikian pentingnya faktor
bahasa sebagai alat komunikasi membuat beberapa linguis menyatakan bahwa
berbahasa sama pentingnya dengan bernafas. Bahasa yang digunakan oleh
masyarakat-masyarakat penuturnya memiliki variasi-variasi tertentu. Variasi
yang muncul bergantung pada latar belakang sosial masyarakatnya, letak
geografi, pendidikan, usia, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut berimplikasi
pada munculnya dialek sosial dan dialek geografi. Disamping itu, variasi juga diakibatkan
adanya fungsi bahasa. Hal ini sesuai dengan pandangan sosiolinguis bahwa
masyarakat bahasa selalu bersifat heterogen, dan bahasa yang digunakan selalu
menunjukkan berbagai variasi internal sebagai akibat keberagaman latar belakang
sosial budaya penuturnya.
Masyarakat pada saat ini sering berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa gaul. Bahasa gaul sebenarnya bukanlah bahasa yang dilarang
penggunaannya. Jika dikategorikan, salah satu varian bahasa gaul dapat
dikategorikan sebagai bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan
bahasa di Indonesia. Di tengah-tengah kehidupan yang masih menjunjung tinggi
nilai-nilai sosial budaya ini, remaja menginginkan adanya perubahan bahasa yang
lebih baru dan segar dengan tujuan untuk mengintimkan percakapan atau untuk
menghindari kebosanan. Perubahan tersebut muncul seiring dengan adanya kreativitas
remaja itu sendiri dalam praktiknya berbahasa. Remaja berupaya menciptakan alat
komunikasi yang efektif di antara mereka sebagai ciri khas bagi kelompoknya.
Sebagai bukti kreativitas remaja dalam hal ini adalah penggunaan ragam bahasa
tertentu. Adanya kepribadian remaja yang masih labil itulah, yang menyebabkan timbulnya
berbagai macam bahasa gaul, seperti bahasa alay, slang, vulgar, jargon,
dan prokem. Salah satu ragam bahasa slang yang dipakai oleh
remaja didaerah Jawa khusunya Yogyakarta dan Malang adalah basa walikan.
Basa walikan yang digunakan sebagai alat komunikasi ini merupakan
bahasa sandi yang digunakan penuturnya sebagai bahasa khusus untuk kalangan mereka.
B.
Variasi Bahasa
Fungsi
bahasa yang utama
adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi dilakukan oleh manusia yang
merupakan mahluk sosial. Manusia sebagai mahkluk sosial yang selalu dituntut
untuk berinteraksi dengan manusia yang lain. Proses interaksi tersebut
membutuhkan alat bantu
untuk berhubungan dengan individu yang lain. Atas dasar hal tersebut kemudian munculah apa
yang disebut variasi bahasa. Variasi
bahasa sendiri muncul karena proses
interaksi sosial dari para pelaku bahasa yang
beragam. Seiring dengan perkembangan
zaman, bahasa tersebut
juga mengalami perkembangan.
Perkembangan teknologi juga ikut andil dalam perkembangan bahasa.
Perbedaan golongan, pekerjaan,
aktivitas, komunitas, juga
memberikan andil terhadap
keanekaragaman bahasa. Hal-hal tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu
penyebab munculnya variasi bahasa. Ragam atau variasi bahasa merupakan hubungan
sederhana yang bersifat kebiasaan yang dipertegas oleh rintangan sosial antar
kelompok, dengan faktor bahasa sebagai ciri pengenal utama.[1]
Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa itu tidak hanya disebabkan oleh
para penuturnya yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi juga karena kegiatan
interaksi sosial yang mereka lakukan berbeda-beda. Setiap orang mempunyai
kegiatan yang berbeda-beda pula. Setiap individu penutur menyebabkan
keberagaman bahasa tersebut. Penutur yang berada diwilayah yang sangat luas
akan menimbulkan keberagaman bahasa yang lebih banyak.
Menurut Wardhaugh variasi bahasa merupakan seperangkat khusus
hal-hal mengenai linguistik atau pola tutur manusia, seperti bunyi, kata, dan
ciri-ciri gramatikal. Pola tutur manusia tersebut secara unik dapat dihubungkan
dengan faktor eksternal, seperti daerah geografi dan kelompok sosial.[2] Kridalaksana
menyebut variasi bahasa sebagai satuan yang sekurang-kurangnya mempunyai dua
variasi yang dipilih oleh penutur bahasa. Variasi tersebut tergantung dari
faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, status sosial, dan situasi. Variasi
itu dianggap sistematis karena merupakan interaksi antara faktor sosial dan
faktor bahasa.[3]. Variasi bahasa menurut Nababan adalah keanekaragarnan
bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa sesuai dengan konteks sosialnya
berdasarkan fungsi pemakaian bahasa dan situasi tempat penuturnya. Sedangkan Chaer
menyatakan bahwa variasi
bahasa terjadi karena penutur bahasa
walau berada dalam
masyarakat tutur, bukan
merupakan kumpulan yang homogen,
maka wujud bahasa
yang kongkret (parole) tidak seragam.[4]
Berdasarkan pengertian mengenai variasi bahasa menurut para ahli di
atas, variasi bahasa dapat disimpulkan sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya
disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok
yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan.
Keragaman ini justru akan menambah khazanah kebahasaan yang sudah ada
sebelumnya. Variasi bahasa dapat dibedakan dari berbagai segi antara lain:
1.
Variasi
dari segi penutur[5]
Variasi bahasa dari segi pemakai atau penutur dapat dibedakan atas idiolek,
dialek, kronolek, dan sosiolek. Idiolek adalah variasi bahasa
yang bersifat perorangan. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok
penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau
area tertentu. Dialek juga didefinisikan sebagai sub unit regional dalam
kaitannya dengan satu bahasa, khususnya dalam logat aslinya atau realisasi
ujarannya. Kronolek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok
sosial pada masa tertentu. Sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan
dengan status, golongan, kelas sosial para penuturnya, seperti usia,
pendidikan, seks, pekerjaan, keadaan ekonomi, dan sebagainya.
2.
Variasi
dari segi pemakaian[6]
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya atau
fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi
bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa iu digunakan
untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer,
pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dll. Setiap bidang
kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu
yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Ragam bahasa jurnalistik misalnya, bersifat sederhana, komunikatif,
dan ringkas. Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik dikenal dengan sering
ditanggalkannya awalan me- atau ber-. Umpamanya kalimat, “Gubernur tinjau
daerah banjir” dalam bahasa baku berbunyi “Gubernur meninjau daerah banjir”.
Ragam bahasa militer dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan
tugas, dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan instruksi.
Sedangkan bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan
bebas dari keambiguan. Variasi bahasa berdasarkan funsi ini lazim disebut register.
3.
Variasi
dari segi keformalan[7]
Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos dalam
bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya,
yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif),
ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling normal, yang digunakan dalam
situasi khidmat dan upacara resmi. Ragam resmi adalah variasi bahasa yang
digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, buku pelajaran, dll. Ragam
usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa
disekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau
produsi. Ragam santai adalah variasi yang digunakan dalam situasi tidak resmi
untuk berbincang-bincang dengan keluarga, teman pada waktu beristirahat,
berolahraga, dsb. Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh
para penutur yang hubungannya sudah akrab seperti antar anggota keluarga, atau
antar teman yang sudah karib.
4.
Variasi
dari segi sarana[8]
Variasi bahasa pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang
digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau
juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu,
misalnya dalam bertelepon, dan bertelegraf.
C.
Sosiolek dan Ragamnya
Variasi bahasa berdasarkan penuturnya disebut sosiolek atau dialek
sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
sosial para penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan
tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya
dikemukakan orang variasi bahasa dengan sebutan akrolek, basilek, vulgar,
kolokial, jargon, argot, ken, dan slang
1.
Akrolek adalah variasi
sosial yang dianggap lebih tinggi, atau lebih bergengsi daripada variasi sosial
lainnya. Sebagai contoh adalah bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa
Jawa yang khusus digunakan oleh bahasa para bangsawan Kraton Jawa.
2.
Basilek adalah variasi
sosial yang dianggap dan dipandang rendah. Bahasa Inggris yang digunakan oleh
para coboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek.
Begitu juga bahasa Jawa ”kramandesa”.
3.
Bahasa
vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa
oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan
(kurang terdidik).[9]
4.
Bahasa
kolokial adalah bahasa informal yang lazim digunakan dalam percakapan,
bukan dalam bentuk tulisan. Dalam bahasa Indonesia banyak percakapan yang
menggunakan bentuk kolokial, seperti dok (dokter), prof (profesor),
let (letnan), ndak ada (tidak ada), dan sebagainya.[10]
5.
Bahasa
jargon adalah seperangkat istilah dan ungkapan yang dipakai satu kelompok
sosial atau pekerja, tapi tidak dipakai dan sering tidak dimengerti oleh
masyarakat ujaran secara keseluruhan. Bahasa jargon biasanya digunakan oleh
kelompok montir atau perbengkelan, seperti kata roda gila, didongkrak,
dices, dibalans dan dipoles.
6.
Bahasa
argot adalah bahasa rahasia atau bahasa khas para pencuri. Dipakai juga
untuk kosakata teknis atau khusus dalam perdagangan atau kegiatan lain. Dengan
demikian argot ini sinonim dengan jargon, seperti kata
“barang”dalam arti mangsa, “kacamata” dalam arti polisi, “daun” berarti uang,
dll[11]
7.
Bahasa
ken adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas, dibuat
merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para
pengemis seperti dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis)[12]
8.
Menurut
Alwasilah slang adalah variasi ujaran yang bercirikan dengan kosa kata
yang baru ditemukan dan cepat berubah,digunakan oleh kaum muda atau kelompok
sosial dan profesional untuk komunikasi di dalamnya. Hartman dan Stork
mendefinisikan slang adalah satu variasi ujaran yang dicirikan dengan
kosakata yang baru ditemukan dan cepat berubah, dipakai oleh kaula muda atau
kelompok sosial dan profesional untuk komunikasi “didalam” jadi cenderung untuk
diketahui oleh pihak lain dalam masyarakat ujaran. Willis mendefinisikan slang
sebagai hasil daya temu kebahasaan, terutama para remaja yang mengingingkan
sesuatu yang berbeda, agar dapat digandrungi orang-orang. [13] Sedangkan
.menurut Victoria Fromkin dalam bukunya
“An Introduction to Language” dipaparkan sebagai berikut:[14]
One
mark of an informal style is the frequent ocurrence of slang. Almost everyone
uses slang on some occasions, but it is not easy to define the word. One
linguist has defined slang as ’one of those things that everybody can recognize
and nobody can define’
Abdul Chaer berpendapat slang adalah variasi sosial yang
bersifat khusus dan rahasia. Artinya, yang digunakan oleh kalangan tertentu,
sangat terbatas, dan tidak boleh sdiketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Slang
bersifat temporal dan lebih umum digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun
ada pula yang menggunakannya.[15]
Dengan demikian, slang adalah ragam bahasa yang tidak resmi yang
digunakan oleh kalangan remaja yang bersifat rahasia, sebagai hal yang baru dan
berubah-ubah.
D.
Basa Walikan
Indonesia tercinta ini memang sangat menakjubkan karena memiliki
beragam bahasa daerah di dalamnya. Bahasa Jawa merupakan satu dari sekian
banyaknya bahasa di Indonesia. Bahasa Jawa sendiri termasuk dalam bahasa yang
sulit dikuasai dikarenakan memiliki banyak varian berdasarkan tingkatan seperti
basa ngoko yang mudah dipahami hingga bahasa kraton yang hanya
dimengerti oleh orang-orang kraton. Pengucapan bahasa gaul semacam itu tidak
secara terus menerus tetapi untuk selingan aja, bukan untuk pembicaraan secara
utuh seperti pada kalimat bahasa Jawa sesungguhnya atau bahasa Indonesia.
Biasanya pengucapannya di campur dengan bahasa Jawa ngoko.
Slang di masyarakat
Jawa banyak dikenal dan dimiliki oleh remaja dan anak-anak muda. Akan tetapi
karena sifatnya yang temporal dan tak terdokumentasikan maka masih sedikit
peneliti yang telah mendeskripsikannya dengan rinci. Penelitian tentang Slang
dengan demikian juga selalu ketinggalan zaman karena ketika penelitian selesai,
bahasa itu sudah tidak dipergunakan lagi. Salah satu Slang yang pernah
ada di Yogyakarta sekitar akhir tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an adalah
bentuk “Walikan”. Walikan adalah istilah dalam bahasa
Jawa yang berakar kata walik, yang artinya balik.
Secara sederhana, walikan bermakna bahasa yang
dibalik. Yang umum terjadi di Indonesia, pembalikan terjadi sebatas satuan
kata. Tidak ada metode pasti untuk membalik kata. Yang jelas, walikan
digunakan antar teman dan sahabat untuk sekedar mempererat hubungan dan
membangun sebuah identitas yang unik.
Sementara orang menyebut Slang bentuk ini sebagai bahasa
Gali (Gabungan Anak Liar) padahal pencetus dan pemakai pertama kali justru
anak-anak yang kreatif dan terpelajar. Gali memang kemudian mengadopsinya. Slang
ini lalu berkembang sangat luas sebelum akhirnya hilang. Para pemakai merasa
satu kelompok dan senasib, sehingga untuk menyelesaikan konflik di antara
anak-anak muda sangat sering digunakan bahasa Slang ini. Salah satu
fenomena walikan yang terkenal adalah Lawikan Kera Ngalam. Lawikan
Kera Ngalam adalah bahasa prokem yang populer di masyarakat Malang Jawa
Timur. Istilah Lawikan sendiri berasal dari kata walikan yang
dibalik pengucapannya. Sama halnya dengan Kera, yang aslinya arek,
dan Ngalam
untuk Malang. Selain basa walikan malang ada juga basa walikan gaya
Yogyakarta dan masing-masing gaya memiliki perbedaan yang menonjol karena
memang persamaannya hanya terletak pada nama.
1.
Basa Walikan
Yogyakarta
Menurut sejarahnya dahulu basa walikan
adalah bahasa sandi yang digunakan oleh para pejuang di Jawa untuk
berkomunikasi satu sama lain guna menyusun strategi dikarenakan banyak prajurit
Belanda yang sudah memahami bahasa Jawa dan Melayu untuk menjaga rahasia
komunikasi mereka agar tidak bocor ke tangan NICA. Sekarang basa walikan
sudah bukan lagi bahasa sandi tetapi sudah berubah menjadi bahasa slang
yang terbuka. Basa walikan juga sering disebut bahasa preman karena
memang dulu banyak digunakan oleh para preman ketika era 70an. Pada saat itu
beberapa preman sering membicarakan antar preman dengan kata kata yang disandikan
untuk menghindari polisi.[16]
Gara gara hal tersebut akhirnya merebak sampai dengan saat ini.
Basa walikan Yogyakarta tidak ada aturan bakunya seperti basa ngoko, krama dan kromo
inggil yang termuat dalam sastra Jawa. Sebaliknya karena dianggap tidak
ada asal usul dan kejelasan secara pasti aturannya sesuai pemakainya.
Meskipun begitu kita tidak dapat mengelak bahwa bahasa semacam ini secara nyata
ada dalam kehidupan masyarakat Jogja khusunya dalam lingkungan kanca muda.
Apalagi dalam kehidupan masyarakat cilik seperti pengamen, sopir, tukang
becak, calo, preman sampai pelawak-pelawak muda menjadi tidak asing. Bahasa
gaul semacam tersebut sudah menjadi makanan sehari hari buat mereka untuk
diucapkan. Sehingga tidak perlu heran, kaget dan bingung jika kita jalan-jalan
di Malioboro, stasiun, terminal dan tempat keramaian lain tiba – tiba mendengar
ucapan “ hire “, “ dab “ dan lainnya.
Basa walikan gaya jogja merupakan basa walikan yang dirumuskan dari
aksara jawa yang dibolak-balik yaitu baris pertama (ha na ca ra ka)
diganti baris ketiga (pa dha ja ya nya), baris kedua (da ta sa wa la)
diganti baris keempat (ma ga ba tha nga) dan begitu pula sebaliknya.[17]
Untuk
lebih memperjelas kita dapat melihat contoh berikut ini :
|
Asli
|
Rumus
|
Walikan
|
|
|
Piye
|
Pa = Ha
Pi = Hi
|
Ya = Ra
Yi = Re
|
Hire
|
|
Mas
|
Ma = Da
|
S = B
|
Dab
|
|
Aku
|
A/ Ha = Pa
|
Ku = Nyu
|
Panyu
|
|
Kowe
|
Ka = Nya
Ko = Nyo
|
Wa = Tha
We = The
|
Nyothe
|
|
Turu
|
Tu = Gu
|
Ru = Nyu
|
Gunyu
|
A : Hiré nyasayé Dab? (Piyé kabaré Mas? ‘Bagaimana khabarnya Mas?’)
B:
Pahiny panyu (Apik aku ‘Saya baik’)
A:Nyothé
padha yonyon? (Kowé ana rokok? ‘Kamu punya rokok?’)
Secara rinci beberapa kaidah dalam
bahasa “Walikan” dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Konsonan
diganti sesuai dengan kedudukan dalam urutan huruf Jawa sedangkan vokal tetap,
misalnya proses penggantian kata kowé menjadi nyothé adalah sebagai berikut. Kata
kowé terdiri atas konsonan k dan w. Konsonan k terdapat pada baris pertama
sehingga diganti dengan ny dari baris ketiga. Konsonan w terdapat pada baris
kedua sehingga diganti th dari baris keempat. Vokal tetap sehingga terbentuk
kata nyothé
·
Afiks
tidak berubah/tetap, misalnya:
|
Afiks
|
Kata Bentukan
|
Slang
|
Arti
|
|
tak-(dak-)
|
Taktuku
|
Takgunyu
|
Kubeli
|
|
tok-(kok-)
|
Toktuku
|
Tokgunyu
|
Kaubeli
|
|
-ku
|
Motorku
|
Dogosku
|
Motorku
|
|
-mu
|
Mobilmu
|
Dosingmu
|
‘mobilmu’
|
|
-é
|
Motoré
|
Dogosé
|
‘motornya’
|
|
-ké/-aké
|
Tukokké
|
Gunyokké
|
‘belikan’
|
·
Bunyi
[ny] pada akhir kata dilafalkan [n], misalnya:
|
Seharusnya
|
Dilafalkan
|
Ngoko
|
Arti
|
|
Thémony
|
Thémon
|
Wédok
|
‘perempuan’
|
|
Pahiny
|
Pahin
|
Apik
|
‘baik’
|
|
Nyawony
|
Nyawon
|
Kathok
|
‘celana’
|
|
Sahany
|
Sahan
|
Bapak
|
‘ayah’
|
|
Pédhany
|
Pédhan
|
Énak
|
‘enak’
|
·
Bunyi
[y] pada akhir suku pertama berubah menjadi [s], misalnya:
|
Seharusnya
|
Dilafalkan
|
Ngoko
|
Arti
|
|
Lêygi
|
Lêsgi
|
Ngêrti
|
‘tahu’
|
|
Sèygidh
|
Sèsgidh
|
Bèrtin
|
‘Bertin’
|
|
Nyuyda
|
Nyusda
|
Kurma
|
‘kurma’
|
|
Têynu
|
Têsnu
|
Gêrdhu
|
‘gardu’
|
·
Dimungkinkan
beberapa bagian kalimat dihilangkan, misalnya:
|
Poya mothik panyu
|
Ora dhuwit aku
|
Aku
tidak punya uang
|
Jika diperhatikan kalimat di atas adalah kalimat yang tidak
lengkap. Jelasnya kalimat di atas predikatnya tidak lengkap. Maksud kalimat di atas
adalah seperti tampak dalam terjemahannya. Unsur yang hilang adalah kata duwé
‘punya’ yang seharusnya berbentuk muthé. Meskipun demikian mitra bicara sudah
dapat menangkap makna kalimat itu karena sudah menjadi kesepakatan.
|
Dayi
lodsé Dab
|
Mari
ngombé Mas
|
Mari
minum Mas
|
|
Bigu
thip daladh muyul?
|
Situ
wis mangan durung?
|
Situ
sudah makan belum?
|
·
Dimungkinkan
memungut dari bahasa Indonesia, misalnya:
Kata dayi ‘mari’ dalam kalimat di atas adalah kata pungut dari
bahasa Indonesia.
Demikianlah, Slang dalam bahasa Jawa yang pernah banyak digunakan dalam komunikasi di antara anak-anak muda. Slang dalam bahasa Jawa ini “dibangun” dari landasan bahasa Jawa Ngoko. Sebagai bahasa pergaulan di antara sesama teman bahasa Ngoko memang lebih cocok.
Demikianlah, Slang dalam bahasa Jawa yang pernah banyak digunakan dalam komunikasi di antara anak-anak muda. Slang dalam bahasa Jawa ini “dibangun” dari landasan bahasa Jawa Ngoko. Sebagai bahasa pergaulan di antara sesama teman bahasa Ngoko memang lebih cocok.
2.
Basa Walikan
Malang
Tidak berbeda dengan Yogyakarta,
Malang pun mempunyai basa walikan khas sendiri. Bahasa Slenk Malangan
atau Basa Malangan itu sendiri memang awalnya di usulkan oleh Ebes
Suyudi Raharno dari kalangan pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) sebagai
bahasa komunikasi antar pejuang. Tujuannya sebagai bahasa sandi untuk
membedakan mana pejuang dan pendukungnya dan mana musuh. Perkiraan munculnya
sekitar tahun 1949 untuk menghalau strategi Belanda yang banyak menyusupkan
mata-mata ke kalangan pejuang untuk memburu pejuang pendukung Mayor Hamid
Rusdi.[18]
Tentu saja karena mereka mata-mata, mereka sangat fasih berbahasa Jawa dan gaya
Jawa Timuran. Dan mereka juga mampu menyerap segala informasi dari kalangan
pejuang GRK. Tugas mata-mata itu terutama untuk mencari data tentang sisa-sisa
laskar Mayor Hamid Roesdi yang telah gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran
Dukuh Sekarputih yang sekarang dikenal dengan nama desa Wonokoyo. Akibatnya
sering terjadi sisa-sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang tertangkap, padahal
sudah bersembunyi atau disembunyikan oleh penduduk sedemikian rupa. Bahkan
setiap gerak-gerik mereka sudah terbaca oleh Belanda.
Untuk mengatasi hal itu, seorang
pejuang Kota Malang bernama Suyudi Raharno mempunyai gagasan cerdik, yaitu
menciptakan bahasa baru bagi para pejuang di Kota Malang. Bahasa itu memang
lebih kaya dengan kode dan sandi. Uniknya, bahasa itu tidak terikat oleh tata
bahasa yang umum dan baku. Ia hanya mengenal satu cara, baik dalam pengucapan
atau penulisan, yaitu dengan cara dibalik dari belakang dibaca ke depan.Karena
adanya komitmen dan keakraban dalam pergaulan sehari-hari, maka dalam waktu
singkat para pejuang sudah fasih dalam menggunakan basa walikan. Para
mata-mata yang memang tidak setiap hari bergaul dengan para pejuang akhirnya
tidak memahami bahasa baru ini.Dari sinilah akhirnya ketahuan yang mana kawan,
yang mana lawan atau mata-mata. Dan ketahuan juga akhirnya bahwa yang
membocorkan segala informasi tentang sisa-sisa laskar. Mayor Hamid Roesdi tidak
lain adalah orang-orang suruhan pasukan Belanda. Setelah mereka ditangkap oleh
pejuang, mereka diinterogasi dan langsung dihukum mati.[19]
Bahasa ini tidak memiliki aturan
yang baku meskipun kebanyakan orang banyak memformulasikan sebagai basa walikan
meskipun kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata
bisa di balik. Berbeda dengan basa walikan pada umumnya yang juga dipunyai
oleh daerah-daerah lain, Osob Kiwalan (Basa Walikan khas
AREMA) memiliki keunikan tersendiri, jadi tidak asal balik. Bahasa khas Malang
ini merupakan bahasa gabungan dari bahasa Jawa, Indonesia, Arab, Madura dan
Cina. Jadi kata-kata yang digunakan adalah hasil kesepakatan pada saat itu.
Sangat unik dan khas Malang, itulah yang membuat basa Malangan berbeda
dengan basa walikan dari daerah lain.
Pada perkembangannya bahasa yang
tidak memiliki aturan baku ini berkembang dengan sendirinya sebagai bahasa
komunikasi atau bahasa pergaulan antar genaro malang (orang malang)
ketika ia berada di luar kota atau pun di luar negeri. Perkembangan dari basa
walikan ini pun tidak stagnant mengingat ada kata-kata baru yang dulu tidak
termuat dalam basa Malangan yang asli tadi. Namun, bukan berarti
kata-kata baru bisa ditambahkan atau dimunculkan dengan seenaknya. Kata-kata
tersebut juga muncul dari tradisi atau kata-kata yang umum di ucapkan dalam
pergaulan. Bagaimanapun juga asal mula munculnya kosakata walikan yang
baru masih tetap sama, kata walikan harus enak di ucapkan dan diterima
oleh masyarakat sebagai bahasa pergaulan.
Ada yang menarik dari Osob Kiwalan (Boso Walikan/
kata yang dibalik pengucapanya) Malang. Kata yang terjadi dari banyaknya
model atau bentuk kata yang dibalik, yaitu:[20]
·
Dibalik Langsung atau Bersifat Direct
Sebagian
kata bisa langsung dibalik dan dibaca dengan mudah tanpa merubah posisi maupun
bentuk kata tersebut, misalnya
Rumah
menjadi hamur
Tidak
menjadi kadit
Tidur
menjadi rudit
Pukul
menjadi
lukup
(Ndek warung kono aides
oges lecep murah - ‘Di warung itu sedia nasi pecel
murah.’)
(Rek, numpak libom ae,
enak! - ‘Teman-teman, lebih enak naik mobil
saja!’.)
(Aku peseno usus
sanap! - ‘Pesankan saya susu panas!’)
·
Dua Huruf Konsonan
Apabila menemukan
kata-kata yang mengandung dua huruf konsonan yang bersejajar, seperti mb, nj,
ny, ng, mp, nd, biasanya pada kata balikannya dua konsonan tersebut tetap
posisinya, tidak perlu dibalik seperti huruf-huruf lainnya, misalnya:
Nd sendok kondes
Nj panjang nganjap
Ny monyet tenyom
Ng goreng ngerog
·
Kata Baru
Ada beberapa kata yang
bentuk terbaliknya berbeda sama sekali dari bentuk aslinya. Biasanya kata-kata
tersebut sudah dipakai cukup lama sehingga dengan otomatis pemakainya tahu kata
apa yang dimaksud, misalnya:
Ayah ebes
Ibu memes
Berbohong koyes
Kerja idrek
Merokok oker
Jakarta ajakatrak
( Ebes-memes-mu
nok endhi, Ndhes? ‘Bapak-ibumu ke mana?’)
·
Berakhiran -b-
Ditemukan perubahan
dari kata-kata yang seharusnya berakhiran -b- menjadi berakhiran -p- dalam kata
terbaliknya, misalnya:
Bayar rayap
Bingung ngingup
(Osob kiwalan kera
Ngalam ancen garahi ngingub.-‘‘Bahasa terbalik anak
Malang memang membuat bingung.’)
(Saiki sopo sing gelem rayap
oskab’e? - ‘Sekarang siapa yang mau bayar
baksonya?’)
·
Dua Suku Kata
Perubahan beberapa kata
didasarkan pada syllables yang terkandung dari kata tersebut, sebagian
besar bahasa terbaliknya mempertahankan setidaknya satau syllable yang
sama meskipun sebagian besar berbunyi lain, misalnya:
Be – res re - bes
Wa – li – kan ki – wa – lan
·
Perubahan Huruf Hidup
Ada kata-kata yang
mengalami perubahan salah satu dari huruf hidupnya, misalnya:
Sepeda adapes
·
Pertukaran Konsonan
Beberapa kata mengalami
pertukaran posisi huruf konsonan pada kata terbaliknya yang nampaknya ditujukan
untuk mndapatkan bunyi yang lebih luwes dibandingkan dengan bentuk yang
seharusnya, misalnya:
-
Sungkan seharusnya
menjadi nakngus, bentuk bakunya nangkus
-
Sembahyang seharusnya
menjadi ngayabmes, bentuk bakunya ngayambes
Adapun beberapa kosakata dari basa walikan
Malang adalah sebagai berikut:
|
A
Adapes – sepeda
Adapes rotom – sepeda
motor
Amalatok - Kotalama
Ambek – dengan, dan
Amilsaleb - Limabelas
Amrin – pacar,
kekasih
Analec - celana
Anyup -Punya
Aramaut - Mertua
Aranjep – penjara
Arema – Arek Malang
Arodam,Arudam -
Madura
Asaib – biasa
Asrob – minum
Aranet - tentara
Arodes - saudara,
sedulur
Artupanes- Senaputra
Atrakaj - Jakarta,
kadang jadi Arakatak
Atret – mundur
Aud - dua
Ayabarus –Surabaya
Ayahab - bahaya
Ayas – saya
Ayem – melempem
B
Bes – kependekan
‘ebes
C
Cik – ungkapan
‘betapa’ atau penyangatan spt ‘cik gedhene’ (besar banget)
Cikno - biarkan
D
Dewor - Wedok,
Wanita, Perempuan
Dhulin - main
E
Ebes – bapak,
panggilan hormat tidak formal
Ebes kanal, ebes
nganal – bapak
Ebes kodew – ibu
Edeg -gede, besar
Embong - jalan
Ewed – sendiri
Ewedan - sendirian
Ewul - Luwe
G
Gak – tidak
Gak main – tidak
becus, tidak beres
Genaro – orang
Genok – tidak ada
P
Plembungan - balon
R
Raijo – uang
Rekem - meker (mikir)
Repus -Sepur
Rudit - tidur
S
Sam – panggilan untuk
laki2
Satrek -Kertas
Sèdeb - monyet
Senjem (menjes),
Sejenis tempe
Seweng- Ngewes
(Mabuk-mabukan)
Silup – polisi
Sinam – manis (untuk
menyebut gadis cantik)
Soak- Kaos
Srongeb - Brengos,
kumis
Suda- Adus ,mandi
Sude -Wedus. kalo
wedus gimbal = Wedhul Gembes
Sutar - ratus
(pecahan untuk ratusan)
|
H
Halak - kalah
Haliuk - kuliah
Halokes – sekolah
Hamur - rumah
Helob – boleh
Helom -moleh, pulang
Helos - Soleh, Sohel
Hewod – Doweh, bibir
tebal
Hitup - putih (warna)
Holopes – sepuluh
Hulupes – sepuluh
I
Ibar – kawin, nikah
Idrek – pekerjaan
Iko – itu (jarak
jauh)
Imbelak -Kelambi
Ipok - Kopi, ngipok -
ngopi
Itor - roti
Itreng – mengerti,
paham
J
Jancik – makian halus
Janc*k – makian kasar
Jès – guys, coy
K
Kaceb - becak
Kadit – tidak
Kampes – celana dalam
Kana – anak
Kanyab – banyak
Kanyab tulum – banyak
omong
Keat – tahi, makian
Kelab -Balik
Kendep - Pendek
Kendho - bodoh
Kèr – guys, coy
Kèra – (arek) orang
Kètam - mati
Kèwut - tua
Kipa - baik
Kitip -Pitik, Ayam
Kiwal – balik
Kiwalan – walikan,
terbalik
Kodew – perempuan
Koen – kamu
Koleng - mabuk
Komes -Semok
Kopit - Cipok, cium
Kotrik - Perempuan,
wanita
Koyes – menipu
Kubam - mabuk
Kubas - Sabuk
Kumang-kumang -Ngamuk
Kunam – burung, alat
kelamin laki-laki
L
Ladub - budal,
berangkat
Landas – sandal
Lancap -Pancal
Latab - batal
Lawet - Jual
Lecep - pecel
Ledom -model
Libom – mobil
Licek - kecil
Likis - kaki
Lodob -dobol
Lubak - cabul
Lukup -Pukul
Lundug- Gundul
|
U
Unyab - banyu
Unyap - punya
Utab – Batu
Utem - metu
Utapes –Sepatu
O
Oges – nasi
Ojir – uang
Ojob – suami/istri,
pacar
Ojrit – iya
Oker - rokok
Omil - lima
Onit – Cina
Orip – berapa
Onggot -Tonggo
Ongisiras - Singosari
Onosogrem - Mergosono
(Salah satu daerah di Malang)
Oskab - bakso
Osob – bahasa
Osob kiwalan – bahasa
terbalik
Osi – bisa
Otos - soto
Otrahum - Muharto
Owik - Kiwo, pukul
Oyi - iya
Oyonid - Dinoyo
N
Nahelop - Polehan
(Nama daerah di malang)
Nakam – makan
Nates - Setan
Nawak – kawan
Nawak ewed – kawan
sendiri
Nayamul - lumayan
Neam -maen, kadit
neam- gak maen
Nenjap -Panjen
Nendes Kombet -
Senden tembok, kata-kata favorite admin
Ngalam – Malang
Ngalup - pulang
Nganal – laki-laki
Nganem - menang
Ngarames – Semarang
Ngayambes –
sembahyang, sholat
Ngentit - mencuri
Ngesop - Pusing
Ngetem - hamil
Ngingub – bingung
Ngohop -Pohong
Ngokob - Bokong
Ngonceb – banci,
bencong, waria
Niwak -Kawin
Nolab - pelacur
Nolej -kelon (tidur
bareng)
Nolo - londho
Nukud -nukun
Nyelang - meminjam
T
Tahes – sehat
Tahil - lihat
Takis -Sikat
Tanggim -Minggat
Tènyom - monyet
Tencrem -Mencret
Tèwur – ruwet, rumit
Todes -sedot
|
E.
Kesimpulan
Basa Walikan adalah salah satu ragam bahasa slang yang dipakai oleh
remaja didaerah jawa khususnya Yogyakarta dan Malang. Bahasa ini merupakan
bukti kreativitas remaja yang menginginkan adanya perubahan bahasa yang lebih
baru dan segar dengan tujuan untuk mengintimkan percakapan dan menghindari
kebosanan. Adapun rumus baku dari basa walikan ini, antara Yogyakarta
dan Malang berbeda, yang menonjol karena memang persamaannya hanya terletak
pada nama. Basa walikan gaya jogja merupakan basa walikan yang
dirumuskan dari aksara jawa yang dibolak-balik yaitu baris pertama (ha na ca
ra ka) diganti baris ketiga (pa dha ja ya nya), baris kedua (da
ta sa wa la) diganti baris keempat (ma ga ba tha nga) dan begitu
pula sebaliknya. Sedangkan basa Walikan Malang hanya bentuk kata yang
dibalik pengucapannya saja, meskipun ada beberapa kriteria khusus dalam
membalikan model atau bentuk katanya. Bahasa ini tidak memiliki aturan yang baku meskipun kebanyakan
orang banyak memformulasikan sebagai 'basa walikan' meskipun
kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata bisa di
balik.
Daftar Pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1989. Sosiologi Bahasa. Bandung :
Angkasa
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta:
Rineka Cipta
Fromkin, Victoria. 1978. An Introduction to Language. New
York: Great Britain
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction To Sociolinguistics. New
York : Basil Blackwell
Waluyo, Adi Witono. Mengenal Bahasa Gaul Malangan, Artikel
Utama Bali
[1] Sumarsono,
Sosiolinguistik, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 71-72
[2] Ronald Wardhaugh, An Introduction To Sociolinguistics,
(New York : Basil Blackwell, 1986) hlm. 22
[3] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm 253
[4] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hlm. 61
[5] A. Chaedar
Alwasilah, Sosiologi Bahasa, (Bandung : Angkasa, 1989) hlm 49
[6] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik...hlm. 68-69
[7] Ibid,
hlm. 70-71
[8]
Ibid, hlm. 72
[9] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik..., hlm 66
[10] A. Chaedar
Alwasilah, Sosiologi Bahasa...hlm. 59
[11] Ibid,
hlm. 61
[12] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, hlm 68
[13] A. Chaedar
Alwasilah, Sosiologi Bahasa..., hlm. 57
[15] Abdul Chaer
dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik..., hlm. 67
[16] http://bangjo-one.blogspot.com/2009/12/basa-walikan-yogyakarta.html diakses
tanggal 11 Desember 2013
[18] http://misbach138.wordpress.com/2013/02/26/malang-dan-boso-walikan/ yang diakses tanggal 12 Desember 2013
[19]http://walikan/Bahasa%20Malang%20%28boso%20walikan%29%20%C2%AB%20Bomber%20Graf!TY%20Indonesia.html yang diakses
tanggal 12 Desember 2013
[20] Adi Witono Waluyo, Mengenal Bahasa Gaul Malangan, Artikel
Utama Bali yang diakses tanggal 12 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar