Jumat, 07 November 2014

Basa Walikan “Slang Jawa”



A.    Pendahuluan
Bahasa merupakan komponen utama dalam komunikasi di samping komponen komponen lain seperti gerak tubuh, nada, dan sebagainya. Tanpa bahasa tidak akan pernah terjadi komunikasi secara verbal. Demikian pentingnya faktor bahasa sebagai alat komunikasi membuat beberapa linguis menyatakan bahwa berbahasa sama pentingnya dengan bernafas. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat-masyarakat penuturnya memiliki variasi-variasi tertentu. Variasi yang muncul bergantung pada latar belakang sosial masyarakatnya, letak geografi, pendidikan, usia, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut berimplikasi pada munculnya dialek sosial dan dialek geografi. Disamping itu, variasi juga diakibatkan adanya fungsi bahasa. Hal ini sesuai dengan pandangan sosiolinguis bahwa masyarakat bahasa selalu bersifat heterogen, dan bahasa yang digunakan selalu menunjukkan berbagai variasi internal sebagai akibat keberagaman latar belakang sosial budaya penuturnya.
Masyarakat pada saat ini sering berkomunikasi dengan menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul sebenarnya bukanlah bahasa yang dilarang penggunaannya. Jika dikategorikan, salah satu varian bahasa gaul dapat dikategorikan sebagai bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan bahasa di Indonesia. Di tengah-tengah kehidupan yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya ini, remaja menginginkan adanya perubahan bahasa yang lebih baru dan segar dengan tujuan untuk mengintimkan percakapan atau untuk menghindari kebosanan. Perubahan tersebut muncul seiring dengan adanya kreativitas remaja itu sendiri dalam praktiknya berbahasa. Remaja berupaya menciptakan alat komunikasi yang efektif di antara mereka sebagai ciri khas bagi kelompoknya. Sebagai bukti kreativitas remaja dalam hal ini adalah penggunaan ragam bahasa tertentu. Adanya kepribadian remaja yang masih labil itulah, yang menyebabkan timbulnya berbagai macam bahasa gaul, seperti bahasa alay, slang, vulgar, jargon, dan prokem. Salah satu ragam bahasa slang yang dipakai oleh remaja didaerah Jawa khusunya Yogyakarta dan Malang adalah basa walikan. Basa walikan yang digunakan sebagai alat komunikasi ini merupakan bahasa sandi yang digunakan penuturnya sebagai bahasa khusus untuk kalangan mereka.

B.     Variasi Bahasa
Fungsi  bahasa  yang  utama  adalah  untuk  berkomunikasi.  Komunikasi dilakukan oleh manusia yang merupakan mahluk sosial. Manusia sebagai mahkluk sosial yang selalu dituntut untuk berinteraksi dengan manusia yang lain. Proses interaksi  tersebut  membutuhkan  alat  bantu  untuk  berhubungan  dengan individu yang lain.  Atas dasar hal tersebut kemudian munculah apa yang disebut variasi bahasa.  Variasi bahasa sendiri  muncul karena proses interaksi sosial dari para pelaku  bahasa  yang  beragam. Seiring  dengan  perkembangan  zaman,  bahasa  tersebut  juga  mengalami perkembangan. Perkembangan teknologi juga ikut andil dalam perkembangan bahasa. Perbedaan  golongan,  pekerjaan,  aktivitas,  komunitas,  juga  memberikan  andil terhadap keanekaragaman bahasa. Hal-hal tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu penyebab munculnya variasi bahasa. Ragam atau variasi bahasa merupakan hubungan sederhana yang bersifat kebiasaan yang dipertegas oleh rintangan sosial antar kelompok, dengan faktor bahasa sebagai ciri pengenal utama.[1] Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa itu tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan berbeda-beda. Setiap orang mempunyai kegiatan yang berbeda-beda pula. Setiap individu penutur menyebabkan keberagaman bahasa tersebut. Penutur yang berada diwilayah yang sangat luas akan menimbulkan keberagaman bahasa yang lebih banyak.
Menurut Wardhaugh variasi bahasa merupakan seperangkat khusus hal-hal mengenai linguistik atau pola tutur manusia, seperti bunyi, kata, dan ciri-ciri gramatikal. Pola tutur manusia tersebut secara unik dapat dihubungkan dengan faktor eksternal, seperti daerah geografi dan kelompok sosial.[2] Kridalaksana menyebut variasi bahasa sebagai satuan yang sekurang-kurangnya mempunyai dua variasi yang dipilih oleh penutur bahasa. Variasi tersebut tergantung dari faktor-faktor seperti jenis kelamin, umur, status sosial, dan situasi. Variasi itu dianggap sistematis karena merupakan interaksi antara faktor sosial dan faktor bahasa.[3]. Variasi bahasa menurut Nababan adalah keanekaragarnan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa sesuai dengan konteks sosialnya berdasarkan fungsi pemakaian bahasa dan situasi tempat penuturnya. Sedangkan Chaer menyatakan  bahwa  variasi  bahasa  terjadi  karena penutur  bahasa  walau  berada  dalam  masyarakat  tutur,  bukan  merupakan kumpulan  yang  homogen,  maka  wujud  bahasa  yang  kongkret  (parole)  tidak seragam.[4]
Berdasarkan pengertian mengenai variasi bahasa menurut para ahli di atas, variasi bahasa dapat disimpulkan sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Keragaman ini justru akan menambah khazanah kebahasaan yang sudah ada sebelumnya. Variasi bahasa dapat dibedakan dari berbagai segi antara lain:
1.      Variasi dari segi penutur[5]
Variasi bahasa dari segi pemakai atau penutur dapat dibedakan atas idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang bersifat perorangan. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Dialek juga didefinisikan sebagai sub unit regional dalam kaitannya dengan satu bahasa, khususnya dalam logat aslinya atau realisasi ujarannya. Kronolek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, kelas sosial para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, keadaan ekonomi, dan sebagainya.

2.      Variasi dari segi pemakaian[6]
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa iu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dll. Setiap bidang kegiatan ini biasanya mempunyai sejumlah kosakata khusus  atau tertentu  yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Ragam bahasa jurnalistik misalnya, bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me- atau ber-. Umpamanya kalimat, “Gubernur tinjau daerah banjir” dalam bahasa baku berbunyi “Gubernur meninjau daerah banjir”. Ragam bahasa militer dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas, dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan instruksi. Sedangkan bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari keambiguan. Variasi bahasa berdasarkan funsi ini lazim disebut register.


3.      Variasi dari segi keformalan[7]
Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos dalam bukunya The Five Clock membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate). Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling normal, yang digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, buku pelajaran, dll. Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa disekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produsi. Ragam santai adalah variasi yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga, teman pada waktu beristirahat, berolahraga, dsb. Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab seperti antar anggota keluarga, atau antar teman yang sudah karib.

4.      Variasi dari segi sarana[8]
Variasi bahasa pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya dalam bertelepon, dan bertelegraf.

C.     Sosiolek dan Ragamnya
Variasi bahasa berdasarkan penuturnya disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang variasi bahasa dengan sebutan akrolek, basilek, vulgar, kolokial, jargon, argot, ken, dan slang
1.      Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi, atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Sebagai contoh adalah bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh bahasa para bangsawan Kraton Jawa.
2.      Basilek adalah variasi sosial yang dianggap dan dipandang rendah. Bahasa Inggris yang digunakan oleh para coboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek. Begitu juga bahasa Jawa ”kramandesa”.
3.      Bahasa vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan (kurang terdidik).[9]
4.      Bahasa kolokial adalah bahasa informal yang lazim digunakan dalam percakapan, bukan dalam bentuk tulisan. Dalam bahasa Indonesia banyak percakapan yang menggunakan bentuk kolokial, seperti dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), ndak ada (tidak ada), dan sebagainya.[10]
5.      Bahasa jargon adalah seperangkat istilah dan ungkapan yang dipakai satu kelompok sosial atau pekerja, tapi tidak dipakai dan sering tidak dimengerti oleh masyarakat ujaran secara keseluruhan. Bahasa jargon biasanya digunakan oleh kelompok montir atau perbengkelan, seperti kata roda gila, didongkrak, dices, dibalans dan dipoles.
6.      Bahasa argot adalah bahasa rahasia atau bahasa khas para pencuri. Dipakai juga untuk kosakata teknis atau khusus dalam perdagangan atau kegiatan lain. Dengan demikian argot ini sinonim dengan jargon, seperti kata “barang”dalam arti mangsa, “kacamata” dalam arti polisi, “daun” berarti uang, dll[11]
7.      Bahasa ken adalah variasi sosial tertentu yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh para pengemis seperti dalam ungkapan the cant of beggar (bahasa pengemis)[12]
8.      Menurut Alwasilah slang adalah variasi ujaran yang bercirikan dengan kosa kata yang baru ditemukan dan cepat berubah,digunakan oleh kaum muda atau kelompok sosial dan profesional untuk komunikasi di dalamnya. Hartman dan Stork mendefinisikan slang adalah satu variasi ujaran yang dicirikan dengan kosakata yang baru ditemukan dan cepat berubah, dipakai oleh kaula muda atau kelompok sosial dan profesional untuk komunikasi “didalam” jadi cenderung untuk diketahui oleh pihak lain dalam masyarakat ujaran. Willis mendefinisikan slang sebagai hasil daya temu kebahasaan, terutama para remaja yang mengingingkan sesuatu yang berbeda, agar dapat digandrungi orang-orang. [13] Sedangkan  .menurut Victoria Fromkin dalam bukunya “An Introduction to Language” dipaparkan sebagai berikut:[14]
One mark of an informal style is the frequent ocurrence of slang. Almost everyone uses slang on some occasions, but it is not easy to define the word. One linguist has defined slang as ’one of those things that everybody can recognize and nobody can define’

Abdul Chaer berpendapat slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, yang digunakan oleh kalangan tertentu, sangat terbatas, dan tidak boleh sdiketahui oleh kalangan diluar kelompok itu. Slang bersifat temporal dan lebih umum digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun ada pula yang menggunakannya.[15] Dengan demikian, slang adalah ragam bahasa yang tidak resmi yang digunakan oleh kalangan remaja yang bersifat rahasia, sebagai hal yang baru dan berubah-ubah.

D.      Basa Walikan
Indonesia tercinta ini memang sangat menakjubkan karena memiliki beragam bahasa daerah di dalamnya. Bahasa Jawa merupakan satu dari sekian banyaknya bahasa di Indonesia. Bahasa Jawa sendiri termasuk dalam bahasa yang sulit dikuasai dikarenakan memiliki banyak varian berdasarkan tingkatan seperti basa ngoko yang mudah dipahami hingga bahasa kraton yang hanya dimengerti oleh orang-orang kraton. Pengucapan bahasa gaul semacam itu tidak secara terus menerus tetapi untuk selingan aja, bukan untuk pembicaraan secara utuh seperti pada kalimat bahasa Jawa sesungguhnya atau bahasa Indonesia. Biasanya pengucapannya di campur dengan bahasa Jawa ngoko.
Slang di masyarakat Jawa banyak dikenal dan dimiliki oleh remaja dan anak-anak muda. Akan tetapi karena sifatnya yang temporal dan tak terdokumentasikan maka masih sedikit peneliti yang telah mendeskripsikannya dengan rinci. Penelitian tentang Slang dengan demikian juga selalu ketinggalan zaman karena ketika penelitian selesai, bahasa itu sudah tidak dipergunakan lagi. Salah satu Slang yang pernah ada di Yogyakarta sekitar akhir tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an adalah bentuk “Walikan”. Walikan adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berakar kata walik, yang artinya balik. Secara sederhana, walikan bermakna bahasa yang dibalik. Yang umum terjadi di Indonesia, pembalikan terjadi sebatas satuan kata. Tidak ada metode pasti untuk membalik kata. Yang jelas, walikan digunakan antar teman dan sahabat untuk sekedar mempererat hubungan dan membangun sebuah identitas yang unik.
Sementara orang menyebut Slang bentuk ini sebagai bahasa Gali (Gabungan Anak Liar) padahal pencetus dan pemakai pertama kali justru anak-anak yang kreatif dan terpelajar. Gali memang kemudian mengadopsinya. Slang ini lalu berkembang sangat luas sebelum akhirnya hilang. Para pemakai merasa satu kelompok dan senasib, sehingga untuk menyelesaikan konflik di antara anak-anak muda sangat sering digunakan bahasa Slang ini. Salah satu fenomena walikan yang terkenal adalah Lawikan Kera Ngalam. Lawikan Kera Ngalam adalah bahasa prokem yang populer di masyarakat Malang Jawa Timur. Istilah Lawikan sendiri berasal dari kata walikan yang dibalik pengucapannya. Sama halnya dengan Kera, yang aslinya arek, dan Ngalam untuk Malang. Selain basa walikan malang ada juga basa walikan gaya Yogyakarta dan masing-masing gaya memiliki perbedaan yang menonjol karena memang persamaannya hanya terletak pada nama.

1.      Basa Walikan Yogyakarta
Menurut sejarahnya dahulu basa walikan adalah bahasa sandi yang digunakan oleh para pejuang di Jawa untuk berkomunikasi satu sama lain guna menyusun strategi dikarenakan banyak prajurit Belanda yang sudah memahami bahasa Jawa dan Melayu untuk menjaga rahasia komunikasi mereka agar tidak bocor ke tangan NICA. Sekarang basa walikan sudah bukan lagi bahasa sandi tetapi sudah berubah menjadi bahasa slang yang terbuka. Basa walikan juga sering disebut bahasa preman karena memang dulu banyak digunakan oleh para preman ketika era 70an. Pada saat itu beberapa preman sering membicarakan antar preman dengan kata kata yang disandikan untuk menghindari polisi.[16] Gara gara hal tersebut akhirnya merebak sampai dengan saat ini.
Basa walikan Yogyakarta tidak ada aturan bakunya seperti basa ngoko, krama dan kromo inggil yang  termuat dalam sastra Jawa. Sebaliknya karena dianggap tidak ada asal usul dan kejelasan secara pasti aturannya sesuai pemakainya.  Meskipun begitu kita tidak dapat mengelak bahwa bahasa semacam ini secara nyata ada dalam kehidupan masyarakat Jogja khusunya dalam lingkungan kanca muda. Apalagi dalam kehidupan masyarakat cilik seperti pengamen, sopir, tukang becak, calo, preman sampai pelawak-pelawak muda menjadi tidak asing. Bahasa gaul semacam tersebut sudah menjadi makanan sehari hari buat mereka untuk diucapkan. Sehingga tidak perlu heran, kaget dan bingung jika kita jalan-jalan di Malioboro, stasiun, terminal dan tempat keramaian lain tiba – tiba mendengar ucapan “ hire “, “ dab “ dan lainnya.









Basa walikan gaya jogja merupakan basa walikan yang dirumuskan dari aksara jawa yang dibolak-balik yaitu baris pertama (ha na ca ra ka) diganti baris ketiga (pa dha ja ya nya), baris kedua (da ta sa wa la) diganti baris keempat (ma ga ba tha nga) dan begitu pula sebaliknya.[17]



Untuk  lebih memperjelas kita dapat melihat contoh berikut ini :
Asli
Rumus
Walikan
Piye
Pa = Ha
Pi = Hi
Ya = Ra
Yi = Re
Hire
Mas
Ma = Da
S = B
Dab
Aku
A/ Ha = Pa
Ku = Nyu
Panyu
Kowe
Ka = Nya
Ko = Nyo
Wa = Tha
We = The
Nyothe
Turu
Tu = Gu
Ru = Nyu
Gunyu

A : Hiré nyasayé Dab? (Piyé kabaré Mas? ‘Bagaimana khabarnya Mas?’)
B: Pahiny panyu (Apik aku ‘Saya baik’)
A:Nyothé padha yonyon? (Kowé ana rokok? ‘Kamu punya rokok?’)
Secara rinci beberapa kaidah dalam bahasa “Walikan” dapat diuraikan sebagai berikut:
·        Konsonan diganti sesuai dengan kedudukan dalam urutan huruf Jawa sedangkan vokal tetap, misalnya proses penggantian kata kowé menjadi nyothé adalah sebagai berikut. Kata kowé terdiri atas konsonan k dan w. Konsonan k terdapat pada baris pertama sehingga diganti dengan ny dari baris ketiga. Konsonan w terdapat pada baris kedua sehingga diganti th dari baris keempat. Vokal tetap sehingga terbentuk kata nyothé

·        Afiks tidak berubah/tetap, misalnya:
Afiks
Kata Bentukan
Slang
Arti
tak-(dak-)
Taktuku
Takgunyu
Kubeli
tok-(kok-)
Toktuku
Tokgunyu
Kaubeli
-ku
Motorku
Dogosku
Motorku
-mu
Mobilmu
Dosingmu
‘mobilmu’
Motoré
Dogosé
‘motornya’
-ké/-aké
Tukokké
Gunyokké
‘belikan’
·        Bunyi [ny] pada akhir kata dilafalkan [n], misalnya:

Seharusnya
Dilafalkan
Ngoko
Arti
Thémony
Thémon
Wédok
‘perempuan’
Pahiny
Pahin
Apik
‘baik’
Nyawony
Nyawon
Kathok
‘celana’
Sahany
Sahan
Bapak
‘ayah’
Pédhany
Pédhan
Énak
‘enak’
·        Bunyi [y] pada akhir suku pertama berubah menjadi [s], misalnya:

Seharusnya
Dilafalkan
Ngoko
Arti
Lêygi
Lêsgi
Ngêrti
‘tahu’
Sèygidh
Sèsgidh
Bèrtin
‘Bertin’
Nyuyda
Nyusda
Kurma
‘kurma’
Têynu
Têsnu
Gêrdhu
‘gardu’

·        Dimungkinkan beberapa bagian kalimat dihilangkan, misalnya:
Poya mothik panyu
Ora dhuwit aku
Aku tidak punya uang
Jika diperhatikan kalimat di atas adalah kalimat yang tidak lengkap. Jelasnya kalimat di atas predikatnya tidak lengkap. Maksud kalimat di atas adalah seperti tampak dalam terjemahannya. Unsur yang hilang adalah kata duwé ‘punya’ yang seharusnya berbentuk muthé. Meskipun demikian mitra bicara sudah dapat menangkap makna kalimat itu karena sudah menjadi kesepakatan.
Dayi lodsé Dab
Mari ngombé Mas
Mari minum Mas
Bigu thip daladh muyul?
Situ wis mangan durung?
Situ sudah makan belum?
·        Dimungkinkan memungut dari bahasa Indonesia, misalnya:


Kata dayi ‘mari’ dalam kalimat di atas adalah kata pungut dari bahasa Indonesia.
Demikianlah, Slang dalam bahasa Jawa yang pernah banyak digunakan dalam komunikasi di antara anak-anak muda. Slang dalam bahasa Jawa ini “dibangun” dari landasan bahasa Jawa Ngoko. Sebagai bahasa pergaulan di antara sesama teman bahasa Ngoko memang lebih cocok.
2.      Basa Walikan Malang
Tidak berbeda dengan Yogyakarta, Malang pun mempunyai basa walikan khas sendiri. Bahasa Slenk Malangan atau Basa Malangan itu sendiri memang awalnya di usulkan oleh Ebes Suyudi Raharno dari kalangan pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK) sebagai bahasa komunikasi antar pejuang. Tujuannya sebagai bahasa sandi untuk membedakan mana pejuang dan pendukungnya dan mana musuh. Perkiraan munculnya sekitar tahun 1949 untuk menghalau strategi Belanda yang banyak menyusupkan mata-mata ke kalangan pejuang untuk memburu pejuang pendukung Mayor Hamid Rusdi.[18] Tentu saja karena mereka mata-mata, mereka sangat fasih berbahasa Jawa dan gaya Jawa Timuran. Dan mereka juga mampu menyerap segala informasi dari kalangan pejuang GRK. Tugas mata-mata itu terutama untuk mencari data tentang sisa-sisa laskar Mayor Hamid Roesdi yang telah gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran Dukuh Sekarputih yang sekarang dikenal dengan nama desa Wonokoyo. Akibatnya sering terjadi sisa-sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang tertangkap, padahal sudah bersembunyi atau disembunyikan oleh penduduk sedemikian rupa. Bahkan setiap gerak-gerik mereka sudah terbaca oleh Belanda.
Untuk mengatasi hal itu, seorang pejuang Kota Malang bernama Suyudi Raharno mempunyai gagasan cerdik, yaitu menciptakan bahasa baru bagi para pejuang di Kota Malang. Bahasa itu memang lebih kaya dengan kode dan sandi. Uniknya, bahasa itu tidak terikat oleh tata bahasa yang umum dan baku. Ia hanya mengenal satu cara, baik dalam pengucapan atau penulisan, yaitu dengan cara dibalik dari belakang dibaca ke depan.Karena adanya komitmen dan keakraban dalam pergaulan sehari-hari, maka dalam waktu singkat para pejuang sudah fasih dalam menggunakan basa walikan. Para mata-mata yang memang tidak setiap hari bergaul dengan para pejuang akhirnya tidak memahami bahasa baru ini.Dari sinilah akhirnya ketahuan yang mana kawan, yang mana lawan atau mata-mata. Dan ketahuan juga akhirnya bahwa yang membocorkan segala informasi tentang sisa-sisa laskar. Mayor Hamid Roesdi tidak lain adalah orang-orang suruhan pasukan Belanda. Setelah mereka ditangkap oleh pejuang, mereka diinterogasi dan langsung dihukum mati.[19]






Bahasa ini tidak memiliki aturan yang baku meskipun kebanyakan orang banyak memformulasikan sebagai basa walikan meskipun kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata bisa di balik. Berbeda dengan basa walikan pada umumnya yang juga dipunyai oleh daerah-daerah lain,  Osob Kiwalan (Basa Walikan khas AREMA) memiliki keunikan tersendiri, jadi tidak asal balik. Bahasa khas Malang ini merupakan bahasa gabungan dari bahasa Jawa, Indonesia, Arab, Madura dan Cina. Jadi kata-kata yang digunakan adalah hasil kesepakatan pada saat itu. Sangat unik dan khas Malang, itulah yang membuat basa Malangan berbeda dengan basa walikan dari daerah lain.
Pada perkembangannya bahasa yang tidak memiliki aturan baku ini berkembang dengan sendirinya sebagai bahasa komunikasi atau bahasa pergaulan antar genaro malang (orang malang) ketika ia berada di luar kota atau pun di luar negeri. Perkembangan dari basa walikan ini pun tidak stagnant mengingat ada kata-kata baru yang dulu tidak termuat dalam basa Malangan yang asli tadi. Namun, bukan berarti kata-kata baru bisa ditambahkan atau dimunculkan dengan seenaknya. Kata-kata tersebut juga muncul dari tradisi atau kata-kata yang umum di ucapkan dalam pergaulan. Bagaimanapun juga asal mula munculnya kosakata walikan yang baru masih tetap sama, kata walikan harus enak di ucapkan dan diterima oleh masyarakat sebagai bahasa pergaulan.
Ada yang menarik dari Osob Kiwalan (Boso Walikan/ kata yang dibalik pengucapanya) Malang. Kata  yang terjadi dari banyaknya model atau bentuk kata yang dibalik, yaitu:[20]
·        Dibalik Langsung atau Bersifat Direct
Sebagian kata bisa langsung dibalik dan dibaca dengan mudah tanpa merubah posisi maupun bentuk kata tersebut, misalnya
            Rumah             menjadi           hamur
            Tidak               menjadi           kadit
            Tidur               menjadi           rudit
            Pukul               menjadi           lukup      
(Ndek warung kono aides oges lecep murah - ‘Di warung itu sedia nasi pecel murah.’)
(Rek, numpak libom ae, enak! - ‘Teman-teman, lebih enak naik mobil saja!’.)
(Aku peseno usus sanap! - ‘Pesankan saya susu panas!’)
·        Dua Huruf Konsonan
Apabila menemukan kata-kata yang mengandung dua huruf konsonan yang bersejajar, seperti mb, nj, ny, ng, mp, nd, biasanya pada kata balikannya dua konsonan tersebut tetap posisinya, tidak perlu dibalik seperti huruf-huruf lainnya, misalnya:
Nd                        sendok             kondes
Nj             panjang            nganjap
Ny                        monyet             tenyom
Ng                        goreng              ngerog

·        Kata Baru
Ada beberapa kata yang bentuk terbaliknya berbeda sama sekali dari bentuk aslinya. Biasanya kata-kata tersebut sudah dipakai cukup lama sehingga dengan otomatis pemakainya tahu kata apa yang  dimaksud, misalnya:
Ayah                     ebes
Ibu                        memes
Berbohong            koyes
Kerja                    idrek
Merokok               oker
Jakarta                  ajakatrak
( Ebes-memes-mu nok endhi, Ndhes? ‘Bapak-ibumu ke mana?’)

·        Berakhiran -b-
Ditemukan perubahan dari kata-kata yang seharusnya berakhiran -b- menjadi berakhiran -p- dalam kata terbaliknya, misalnya:
Bayar        rayap
Bingung     ngingup
(Osob kiwalan kera Ngalam ancen garahi ngingub.-‘‘Bahasa terbalik anak Malang memang membuat bingung.’)
(Saiki sopo sing gelem rayap oskab’e? - ‘Sekarang siapa yang mau bayar baksonya?’)


·        Dua Suku Kata
Perubahan beberapa kata didasarkan pada syllables yang terkandung dari kata tersebut, sebagian besar bahasa terbaliknya mempertahankan setidaknya satau syllable yang sama meskipun sebagian besar berbunyi lain, misalnya:
Be – res                re  - bes
Wa – li – kan         ki – wa – lan

·        Perubahan Huruf Hidup
Ada kata-kata yang mengalami perubahan salah satu dari huruf hidupnya, misalnya:
Sepeda      adapes

·        Pertukaran Konsonan
Beberapa kata mengalami pertukaran posisi huruf konsonan pada kata terbaliknya yang nampaknya ditujukan untuk mndapatkan bunyi yang lebih luwes dibandingkan dengan bentuk yang seharusnya, misalnya:
-         Sungkan seharusnya menjadi nakngus, bentuk bakunya nangkus
-         Sembahyang seharusnya menjadi ngayabmes, bentuk bakunya ngayambes

Adapun beberapa kosakata dari basa walikan Malang adalah sebagai berikut:
A
Adapes – sepeda
Adapes rotom – sepeda motor
Amalatok - Kotalama
Ambek – dengan, dan
Amilsaleb - Limabelas
Amrin – pacar, kekasih
Analec - celana
Anyup -Punya
Aramaut - Mertua
Aranjep – penjara
Arema – Arek Malang
Arodam,Arudam - Madura
Asaib – biasa
Asrob – minum
Aranet - tentara
Arodes - saudara, sedulur
Artupanes- Senaputra
Atrakaj - Jakarta, kadang jadi Arakatak
Atret – mundur
Aud - dua
Ayabarus –Surabaya
Ayahab - bahaya
Ayas – saya
Ayem – melempem
 B
Bes – kependekan ‘ebes
C
Cik – ungkapan ‘betapa’ atau penyangatan spt ‘cik gedhene’ (besar banget)
Cikno - biarkan
D
Dewor - Wedok, Wanita, Perempuan
Dhulin - main
E
Ebes – bapak, panggilan hormat tidak formal
Ebes kanal, ebes nganal – bapak
Ebes kodew – ibu
Edeg -gede, besar
Embong - jalan
Ewed – sendiri
Ewedan - sendirian
Ewul - Luwe
G
Gak – tidak
Gak main – tidak becus, tidak beres
Genaro – orang
Genok – tidak ada
P
Plembungan - balon
R
Raijo – uang
Rekem - meker (mikir)
Repus -Sepur
Rudit - tidur
S
Sam – panggilan untuk laki2
Satrek -Kertas
Sèdeb - monyet
Senjem (menjes), Sejenis tempe
Seweng- Ngewes (Mabuk-mabukan)
Silup – polisi
Sinam – manis (untuk menyebut gadis cantik)
Soak- Kaos
Srongeb - Brengos, kumis
Suda- Adus ,mandi
Sude -Wedus. kalo wedus gimbal = Wedhul Gembes
Sutar - ratus (pecahan untuk ratusan)

H
Halak - kalah
Haliuk - kuliah
Halokes – sekolah
Hamur - rumah
Helob – boleh
Helom -moleh, pulang
Helos - Soleh, Sohel
Hewod – Doweh, bibir tebal
Hitup - putih (warna)
Holopes – sepuluh
Hulupes – sepuluh
I
Ibar – kawin, nikah
Idrek – pekerjaan
Iko – itu (jarak jauh)
Imbelak -Kelambi
Ipok - Kopi, ngipok - ngopi
Itor - roti
Itreng – mengerti, paham
J
Jancik – makian halus
Janc*k – makian kasar
Jès – guys, coy
K
Kaceb - becak
Kadit – tidak
Kampes – celana dalam
Kana – anak
Kanyab – banyak
Kanyab tulum – banyak omong
Keat – tahi, makian
Kelab -Balik
Kendep - Pendek
Kendho - bodoh
Kèr – guys, coy
Kèra – (arek) orang
Kètam - mati
Kèwut - tua
Kipa - baik
Kitip -Pitik, Ayam
Kiwal – balik
Kiwalan – walikan, terbalik
Kodew – perempuan
Koen – kamu
Koleng - mabuk
Komes -Semok
Kopit - Cipok, cium
Kotrik - Perempuan, wanita
Koyes – menipu
Kubam - mabuk
Kubas - Sabuk
Kumang-kumang -Ngamuk
Kunam – burung, alat kelamin laki-laki
L
Ladub - budal, berangkat
Landas – sandal
Lancap -Pancal
Latab - batal
Lawet - Jual
Lecep - pecel
Ledom -model
Libom – mobil
Licek - kecil
Likis - kaki
Lodob -dobol
Lubak - cabul
Lukup -Pukul
Lundug- Gundul

U
Unyab - banyu
Unyap - punya
Utab – Batu
Utem - metu
Utapes –Sepatu
O
Oges – nasi
Ojir – uang
Ojob – suami/istri, pacar
Ojrit – iya
Oker - rokok
Omil - lima
Onit – Cina
Orip – berapa
Onggot -Tonggo
Ongisiras - Singosari
Onosogrem - Mergosono (Salah satu daerah di Malang)
Oskab - bakso
Osob – bahasa
Osob kiwalan – bahasa terbalik
Osi – bisa
Otos - soto
Otrahum - Muharto
Owik - Kiwo, pukul
Oyi - iya
Oyonid - Dinoyo
N
Nahelop - Polehan (Nama daerah di malang)
Nakam – makan
Nates - Setan
Nawak – kawan
Nawak ewed – kawan sendiri
Nayamul - lumayan
Neam -maen, kadit neam- gak maen
Nenjap -Panjen
Nendes Kombet - Senden tembok, kata-kata favorite admin 
Ngalam – Malang
Ngalup - pulang
Nganal – laki-laki
Nganem - menang
Ngarames – Semarang
Ngayambes – sembahyang, sholat
Ngentit - mencuri
Ngesop - Pusing
Ngetem - hamil
Ngingub – bingung
Ngohop -Pohong
Ngokob - Bokong
Ngonceb – banci, bencong, waria
Niwak -Kawin
Nolab - pelacur
Nolej -kelon (tidur bareng)
Nolo - londho
Nukud -nukun
Nyelang - meminjam
T
Tahes – sehat
Tahil - lihat
Takis -Sikat
Tanggim -Minggat
Tènyom - monyet
Tencrem -Mencret
Tèwur – ruwet, rumit
Todes -sedot


E.     Kesimpulan
Basa Walikan adalah salah satu ragam bahasa slang yang dipakai oleh remaja didaerah jawa khususnya Yogyakarta dan Malang. Bahasa ini merupakan bukti kreativitas remaja yang menginginkan adanya perubahan bahasa yang lebih baru dan segar dengan tujuan untuk mengintimkan percakapan dan menghindari kebosanan. Adapun rumus baku dari basa walikan ini, antara Yogyakarta dan Malang berbeda, yang menonjol karena memang persamaannya hanya terletak pada nama. Basa walikan gaya jogja merupakan basa walikan yang dirumuskan dari aksara jawa yang dibolak-balik yaitu baris pertama (ha na ca ra ka) diganti baris ketiga (pa dha ja ya nya), baris kedua (da ta sa wa la) diganti baris keempat (ma ga ba tha nga) dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan basa Walikan Malang hanya bentuk kata yang dibalik pengucapannya saja, meskipun ada beberapa kriteria khusus dalam membalikan model atau bentuk katanya. Bahasa ini tidak memiliki aturan yang baku meskipun kebanyakan orang banyak memformulasikan sebagai 'basa walikan' meskipun kenyataannya tidak semua kata berasal kata yang dibalik dan semua kata bisa di balik.

Daftar Pustaka

Alwasilah, Chaedar. 1989. Sosiologi Bahasa. Bandung : Angkasa
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta 
Fromkin, Victoria. 1978. An Introduction to Language. New York: Great Britain
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta:  Pustaka Pelajar
Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction To Sociolinguistics. New York : Basil Blackwell
Waluyo, Adi Witono. Mengenal Bahasa Gaul Malangan, Artikel Utama Bali




[1] Sumarsono, Sosiolinguistik, (Yogyakarta:  Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 71-72
[2] Ronald Wardhaugh, An Introduction To Sociolinguistics, (New York : Basil Blackwell, 1986) hlm. 22
[3] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001) hlm 253
[4] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)  hlm. 61
[5] A. Chaedar Alwasilah, Sosiologi Bahasa, (Bandung : Angkasa, 1989) hlm 49
[6] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik...hlm. 68-69
[7] Ibid, hlm. 70-71
[8] Ibid, hlm. 72
[9] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik..., hlm 66
[10] A. Chaedar Alwasilah, Sosiologi Bahasa...hlm. 59
[11] Ibid, hlm. 61
[12] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik, hlm 68
[13] A. Chaedar Alwasilah, Sosiologi Bahasa..., hlm. 57
[14] Victoria Fromkin, An Introduction to Language, (New York: Great Britain, 1978), hlm. 272
[15] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik..., hlm. 67
[17] http://kawruhjawi.wordpress.com/2007/11/26/basa-walikan/ yang diakses tanggal 11 Desember 2013
[20] Adi Witono Waluyo, Mengenal Bahasa Gaul Malangan, Artikel Utama Bali yang diakses tanggal 12 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar